Penjual Gorengan,kegigihan,dan Kemuliaan Seorang Ibu

Pagi yang cerah memulai aktivitas hari ini. Langit biru sudah menampakan cahaya yang indah dari ufuk timur pertanda matahari siap untuk menyinari alam semesta serta bumi dan isinya. Embun pagi masih membasahi udara. Udara pagi yang begitu segar menyelinap ke paru-paru memberikan kesejukan hingga jauh kedalam tubuh. Para pekerja sudah mulai bersiap atau bahkan ada yang memulai sejak gelap masih belum ditelan siang. Salah satu nya adalah ibu penjual gorengan itu.

Ibu paruh baya yang tak pernah terlihat lelah walaupun saya tahu ibu ini sudah bangun jauh sebelum azan subuh berkumandang untuk mempersiapkan dagangannya pagi ini. Wajah tirusnya selalu menampilkan senyum hangat seakan menyembunyikan,seakan tak pernah merasakan pahit getirnya kehidupan. kulitnya yang agak kusam seperti terbakar panasnya nasib.

Pagi baru menunjukan pukul 5.00,para penghuni kostan bahkan ada yang masih tidur. Sebagian lagi sudah bangun, dan baru saja pulang dari mesjid selesai menunaikan shalat subuh berjamaah. Pagi masih buta tapi suara khas ibu ini telah berkumandang untuk meneriakan dagangannya.

"assalamu'alaikum,..ncep,gorengan..bade jarajan?" sahut ibu itu dengan suara khasnya menawarkan,sembari salah satu dari kami membukakan pintu gerbang untuk mempersilahkan sang ibu ini untuk masuk. Walaupun tidak setiap pagi kami membeli gorengannya tapi dengan kegigihannya beliau tak pernah jera untuk menawarkan dagangannya jauh-jauh ke kosan kami.

Cerita nya yang khas dengan bahasa sunda yang kadang saya sendiri tak cukup mengerti apa yang beliau bicarakan. Mulai dari berita gempa,susunan kabinet,gosip artis,hingga warga yang kemalingan sandal tadi malam tak luput ceritanya. informasi yang didapatnya selalu update hingga memberikan kegaguman tersendiri bagi saya walaupun ia hanya penjual gorengan.

Dari ibu ini saya dapat belajar betapa besar arti sebuah kegigihan,keyakinan,pantang menyerah,kerja keras, dan kedisiplinan dalam hal ketepatan waktu. Coba bayangkan setiap hari kedatangan ibu ini ke kosan kami (avicenna-red) tak pernah berkisar antara jam 5.00 sampai dengan jam 5.10. kalaupun telat paling hanya telat lima menit. Kerja kerasnya dalam membantu perekonomian keluarga pun tak luput dari sebuah catatan yang perlu untuk diteladani. Bakul besar yang selalu disandangnya berisi berbagai macam gorengan. Kalu saya perkirakan bakul sebesar itu tak kurang dari 10 atau 15 kg. Itu yang selalu dipikulnya mulai dari pagi buta menyusuri jalan dan menemui kosan demi kosan untuk menawarkan gorengannya. Mengais rezeki mengumpulkan sedikit demi sedikit uang.

Kalau ditelusuri lebih dalam,suatu keyakinan yang ibu ini tanamkan dalam setiap aktivitas jualannya. Bahwa Alloh telah mengatur rezeki setiap manusia,sekarang tinggal bagaimana kita berusaha untuk mencari dan mengumpulkan rezki yang telah Alloh tebar dimuka bumi. Satu kata,yang penting halal. Ini yang membuat saya kagum melihat arti sebuah kerja keras dengan berlandaskan satu keyakinan atas janji Allloh. Tidak ada kata malu apalagi canggung dengan nasib yang beliau punya.

Nasib, memang tidak semua orang akan mendapatkan nasib yang sama. Ada yang dibawah ada yang diatas,ada yang baik ada yang buruk. satu hal,bahwa yang diatas itu belum tentu baik begitu juga yang dibawah itu belum tentu buruk. Mereka yang hidup pas-pasan pun boleh jadi mereka lah yang terbaik disisi Alloh. Karena mereka mensyukuri apa yang mereka dapatkan. Melihat ibu ini membuat saya kembali tersadar bahwa tidak semua orang memiliki dan mendapatkan kesempatan yang sama. Sungguh termasuk orang-orang yang dilaknat jika kita tidak mensyukuri kesempatan yang kita punya. Syukur berarti tidak menyia-nyiakannya dan merespon kesempatan itu untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada orang lain. Terutama kepada kepada mereka yang tidak mendapatkan kesempatan yang kita rasakan. Mereka ada untuk menjadi ladang amal bagi kita.

Setelah sebagian dari kami membeli gorengannya tak lupa ibu ini akan mengucapkan terima kasihnya khas sambil mengendong lagi bakul gorenganya," nuhun a..", katanya dalam bahasa sunda.

Terlepas dari kerja ibu ini sebagai penjual gorengan ibu ini tetaplah seorang Ibu bagi anak-anaknya. Ini saya dengar ketika suatu pagi beliau bercerita tentang anaknya yang mau berangkat sekolah. Masih dengan gaya khas berceritanya dan yang jelas dengan bahasa sunda. Dari sini saya tahu bahwa ia memiliki keluarga dan memiliki anak-anak yang masih kecil-kecil. Inilah yang menguatkan nya hingga sekarang terus menjajakan gorengan.Pagi-pagi buta sudah harus beranjak dari rumah. Membantu suaminya dalam mencari nafkah demi sebuah penghidupan,Demi anak-anak,Demi sebuah harapan yang ditanamkan nya pada anak-anaknya. Demi sebuah masa depan yang lebih baik yang diharapkannya dapat dirasakan oleh anak-anaknya kelak. Sungguh mulia hati seorang ibu..


“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra’: 23)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar