Hanya Diam Tak Mampu Berkata-kata


Aku hanya diam tak mampu berkata-kata
Hati pun tak bisa mengambarkan apa yang sedang otakku pikirkan
Ada apa gerangan..
Kenapa semuanya begitu gundah tak terungkap
Apa aku bukan diriku lagi
Kenapa mulut tak mau mengungkapkan apa yang berkecamuk didalam kalbu
Tak kah lagi mereka bekerja sama
Hati akan selalu mengarahkan kearah kebaikan kenapa otak melawannya
Aku telah menjadi bukan diriku
Tidak,aku tak yakin karena aku juga tak pernah melihat
Siapa diriku sebenarnya


Dukun Desa vs Dokter

Siang itu sang bocah sudah tidak sadarkan diri karena panas badannya sudah sangat tinggi,disampingnya ada sang bunda yang setia menemani dan belum tidur sejak dua hari yang lalu. Sang bocah kita sebut saja begitu namanya demi kerahasiaan pasien sudah mengalami panas sejak tiga hari lalu. Sebagai orang tua jelas sang ibu sangat khawatir akan keadaan anaknya. Berbagai cara telah dilakukan oleh keluarga untuk mengobati sang bocah,mereka sudah memanggil dukun A sampai Z (anggap saja namanya seperti itu). Total sudah 5 orang dukun sudah dipanggil untuk mengobati sang bocah tapi tetap juga tidak tampak tanda-tanda perbaikan dari kondisi bocah tersebut. Berbagai macam obat-obatan telah dicarikan oleh keluarga sebagai permintaan dukun-dukun yang dipercaya akan menyembuhkan penyakit dan menurunkan panas tubuh anak ini. Mulai dari bunga kembang sepatu,berbagai macam limau (baca: jeruk) dan amuan-amuan lainnya telah berhasil dikumpulkan dan diramu untuk diberikan mantra-mantra oleh sang dukun tapi tetap saja panas si bocah ini tak juga reda.

Hingga saat itu seorang bidan desa dipanggil juga ke rumah untuk membantu mengobati anak yang sedang sakit ini. Karena melihat kondisi ini tentu saja bidan ini berusaha untuk menganjurkan agar anak dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Tapi karena berbagai alasan akhirnya keluarga memutuskan untuk sementara tetap memberikan kepercayaan pada dukun-dukun tadi untuk menyembuhkan anaknya.

Alasan pertama biasa alasan klasik yang sepertinya akan selalu mengiringi masyarakat Indonesia,alasan dana,berapa banyak nanti uang yang harus dikeluarkan jika dibawa kerumah sakit. Karena beberapa minggu ini pekerjaan biasa masyarakat menambang dari sungai tidak bisa dilakukan karena sungainya sedang meluap,sungainya sedang besar jadi tidak memungkinkan untuk menyelam ke dalam sungai. Kondisi ini membuat keuangan keluarga agak sedikit bermasalah.

Alasan kedua adalah alasan geografis. Desa ini termasuk desa terpencil di kabupaten tersebut dan kita tahu bahwa rumah sakit biasanya hanya ada di pusat kabupaten begitu juga dengan daerah yang satu ini. Untuk ke rumah sakit maka butuh waktu 4-5 jam dari desa. Dan jika anak ini dibawa kesana maka harus mencarter mobil dan akhirnya ujung-ujung masalah balik lagi ke masalah dana.sunggu miris.

Dan ketiga alasan yang membuat dua alasan sebelumnya tetap dipertahankan yaitu masih tingginya kepercayaan masyarakat desa akan dukun yang bisa menyembuhkan penyakit anggota kelurga mereka. Tanpa urusan yang ribet dan berbelit-belit dan biayapun bisa nyusul dan yang pasti jauh lebih murah akhirnya dukun tetap berada direlung hati mereka yang terdalam.

Dengan ketiga alasan ini maka usulan dari bidan desa tadi tidak begitu popular untuk kali ini.
Sungguh air mata lelah dan putus asa telah terlihat dari wajah seorang lelaki paruh baya yang kala itu duduk di sudut rumah karena tak kuat lagi melihat kondisi anaknya. Berbagai cara telah ia dan anggota keluarga lain lakukan tapi belum membuahkan hasil. Hingga pagi itu terpancar rona senyum pulas dan bahagia terpancar dari wajah ibu yang dari tadi sudah terkatung-katung menahan kantuk meraba kening anaknya. Sungguh luar biasa,panas badan anak ini kembali terasa normal. Ada apa gerangan? Sepertinya usaha-usaha yang telah dilakukan oleh dukun-dukun tadi telah mendapat jawaban. Anggota kelurga riang bukan main.

Siangnya panas anak itu masih normal. Tapi. Ada hal yang ganjal,kondisi fisik anak itu semakin lemas dan tidak beberapa lama kemudian dari pori-pori tubuhnya mulai mencuat darah. Selang beberapa menit kemudian darah tidak hanya keluar dari pori-pori kulit saja tapi juga dari mulut sang anak. “Ada apa lagi ini? Apakah ini kutukan? Oh mungkin ada orang yang tidak senang pada kelurga kita,mungkin ada yang mengerjai anak kita”tegas salah satu anggota keluarga.

Melihat kondisi seperti ini akhirnya bidan desa dengan segala kemampuan membujuk yang dimilikinya,mungkin ini telah ia pelajari dulu di bangku kuliah tapi kenapa pada praktiknya begitu sulit untuk meyakinkan keluarga ini. Bahwa anak mereka mengalami sakit parah dan fatal dan bukan guna-guna dari orang lain. Dengan berat hati dan demi kesembuhan sang anak akhirnya keluarga bersedia untuk membawa anak ini kerumah sakit terdekat ( baca: jarak tempuh 4-5 jam perjalanan naik mobil,dengan kondisi jalan yang tidak sepenuhnya baik)

Sesampainya dirumah sakit anak ini langsung dibawa ke UGD dengan perawatan intensif. Sungguh malang masih dapat tertolak dan untung masih bisa diraih setelah beberapa jam perawatan,kondisi anak ini mulai membaik dan sudah melewati masa krisisnya. Hingga sang dokter yang jaga kala itu memberikan keterangan pada anggota keluarga yang ikut mengantar ke Rumah Sakit dengan sangat meyakinkan sekaligus memilukan mengguncah penyesalan bagi kedua orang tua anak ini. Sambil terisak tangis ibu anak itu mendengarkan Dokter mengatakan jika saja anak ini terlambat satu jam saja dibawa ke Rumah sakit mungin ibu dan bapak tidak akan bertemu lagi dengan anak mereka untuk selamanya. Dan diagnosis dokter adalah anak ini mengalami demam berdarah.

Seperti ini lah kultur kebanyakan masyarakat pedesaan Indonesia dengan kepercayaan turun-temurun yang telah mereka yakini sangat sulit untuk merubah perilaku dan meyakinkan mereka akan pentingnya dokter. Teman-teman yang saat ini masih duduk di bangku kuliah kedokteran seperti inilah kondisi yang akan kita hadapi nanti tentu saja hanya jika teman-teman mau untuk ikut melakukan perubahan itu. Kondisi seperti ini akan sangat jarang sekali teman-teman jumpai di perkotaan. Karena sesungguhnya untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat itu justru dengan memajukan kesehatan pedesaan (coba aja teman-teman cari informasi bahwa mayoritas masyarakat kita hidup di pedesaan).

Menanggapi menumpuknya dokter-dokter di kota sedangkan di daerah bahkan dokter umum pun hampir hanya ada satu orang per kecamatan.


Informasi ini saya dapatkan dari salah seorang teman waktu saya berada di kampung liburan kemarin.




Saya Mahasiswa Tahun Ketiga

Hari ini adalah hari kedua di Jatinangor karena kemaren sore baru saja sampai disini. Setelah lebih dari sebulan lalu menghabiskan waktu di kampung sekarang saatnya kembali lagi ke perantauan. Lihat-lihat Jatinangor selintas tidak terilhat perubahan yang begitu berarti hampir sama saja dengan waktu saya sebelum pulang dulu. Di kosan hanya ada sedikit perubahan yaitu kamar dan dinding-dinding luar baru dicat hingga terlihat lebih cerah. Diluar juga hampir sama saja,masih ada rumah makan Risa,Ampalpal,Asupal (istilah yang biasa digunakan oleh penghuni Avicenna),dan safari yang tiba-tiba di sulap jadi rumah makan padang tempat saya sehari-hari mencari makanan.

Tapi ada satu yang berubah dibanding tahun lalu saat baru tiba juga disini,perubahan yang tidak akan terlihat begitu jelas tapi justru disitu tujuan yang sebenarnya yaitu saya sudah mahasiswa tahun ketiga. Tidak terasa,sungguh sangat tak begitu terasa ternyata sekarang saya mendiami Jatinangor ini labih dari dua tahun dan berarti pula saya sudah menjalain pendidikan di Fakultas Kedokteran UNPAD selama itu juga. Anak kedokteran tahun ketiga?? Apa yang bisa kamu lakukan?? Rasanya masih sangat kurang untuk menjadi seorang dokter dan menjadi apa yang ditargetkan empat atau lima tahun lagi. Masih banyak hal yang perlu dilakukan dan masih banyak hal yang perlu dipelajari untuk menjadi seorang Five Star Doctor yang diawal dulu begitu sering dieluh-eluhkan.

Untuk menjadi seorang dokter yang nanti disayang oleh pasiennya,disukai oleh masyarakat memang tidak gampang,butuh kerja keras dan ketekunan untuk mempelajari apapun yang dibutuhkan untuk menjadi dokter seperti itu dan sudah harus dimulai dari sekarang justru bahkan sejak dua tahun lalu saat dinobatkan sebagai mahasiswa kedokteran. Tanggung jawab itu semakin besar karena dari ribuan orang yang meminati jurusan ini kita lah salah satu dari 200 orang yang terpilih dari ribuan itu. Cita-cita dan niat mereka secara tidak sengaja dialihkan kepada kita yang sekarang berada disini.

Tujuan memang besar dan begitu juga dengan tanggung jawabnya,sudah saatnya untuk mengakselerasi kecepatan menuju pencapaian yang lebih tinggi ditahun ketiga ini. Dengan lingkungan yang sangat mendukung untuk menjadi lebih baik tidak seharusnya disia-siakan. Hidup memang akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan tergantung kita pilih yang mana dan disetiap pilihan itu pasti selalu ada pilihan yang terbaik. Salah satunya adalah pilihan mau seberapa cepat kita untuk berubah dalam mengisi kekosongan-kekosongan slot yang dibutuhkan untuk menjadi seorang dokter yang kita sebut diatas tadi.

Yah sekarang saatnya untuk memulai lagi semuanya demi sebuah Pencapaian. Tahun ketiga sudah didepan mata. Saatnya menjadi lebih baik dari sebelumnya dan menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain dan selalu sungguh dalam menjalani sesuatu.

Ya Allah saya manusia hanya bisa berencana tapi selebihnya Engkau lah yang menentukan,tuntunlah saya untuk selalu komitmen dengan apa yang saya ucapkan dan menjalani apa yang saya rencanakan.



Efek media terhadap sikap masyarakat Indonesia suka mengeneralisasi

Tidak bisa dipungkiri media masa memiliki efek yang sangat besar terhadap suatu bangsa. Bagaimana tidak saat ini media masa terutama televisi memegang peranan lebih dari 75 % penyampai informasi kepada masyarakat. Apalagi masyarakat pedesaan yang tidak mengenal adanya Koran yang bisa dibaca setiap pagi satu-satunya berita dari nasional yang bisa mereka dapatkan hanyalah dari televisi setelah radio-radio yang biasanya memiliki jangkauan luas sudah kehilangan pamornya. Radio tidak dilirik lagi sabagai sarana hiburan apalagi untuk mendapatkan informasi dan berita. Apalagi internet jelas belum menjangkau lingkugan mereka. Kita juga tahu bahwa sebagian besar orang Indonesia memang belum mendapatkan pendidikan yang cukup. Dengan kondisi seperti ini membuat pemikiran mereka cukup untuk menerima apapun yang disampaikan di televisi untuk mengartikan Indonesia sebagai negara adalah seperti yang mereka lihat. Sebagian besar masyarakat Indonesia akan terima saja apa adanya yang ada di televisi.

Setelah reformasi,pers Indonesia memang memiliki kebebasan yang jauh lebih luas jika dibandingkan dengan masa orde baru. Dimana saat itu suara mereka dibungkam atau mungkin diancam untuk hanya memberitakan hal-hal baik tentang pemerintah. Jika saja mereka menyiarkan hal-hal yang tidak baik tentang pemerintahan apalagi dalam bentuk kritikan bukan rahasia umum lagi jika episode berikutnya penonton hanya akan menemukan siaran lagu-lagu daerah disaat jam tayang yang sama. Itu karena acara tersebut sudah diblokir pemerintah atau mungkin pemilik acara tersebut sudah disidangkan di pengadilan keesokan harinya dan di penjara sampai waktu yang tidak ditentukan karena dianggap menentang pemerintahan. Itu dizaman orde baru.

Sekarang pers Indonesia mendapatkan hak sebebas-bebasnya untuk memberitakan apapun selagi mereka bisa mendapatkan berita itu. Lihat saja berita-berita ditelevisi mulai dari kehidupan artis yang selalu kawin terus cerai dengan gampangnya sampai kepada berita tentang kepresidenan atau kritikan terhadap kebijakan pemerintah. Belum lagi berita kriminal yang setiap hari di semua stasiun televisi tidak pernah kehabisan bahan untuk diberitakan.

Dilihat dari beberapa sisi kebebasan pers ini memang memiliki cukup banyak keuntungan jika dibandingkan dengan masa lalu saat pergerakan mereka masih dikekang. Dari sudut permediaan jelas mereka sangat senang dengan kebebasan pers yang ada sekarang karena mereka tidak perlu khawatir lagi untuk menulis berita karena takut akan ada ancaman atas keselamatan mereka karena negara sudah menjamin itu. Semua yang terjadi dibelahan Indonesia bahkan sejam atau beberapa menit setelahnya kita sudah bisa mengetahuinya selagi itu bisa dijangkau oleh wartawan,apapun itu. Memang ini kemajuan yang sangat signifikan menandakan kecanggihan permediaan Indonesia. Tidak jarang kita lihat stasiun-stasiun televisi berlomba untuk memperlihatkan siapa yang paling cepat menyajikan berita kepada masyarakat. Informasi yang update dan segar dengan gampang kita dapatkan cukup dengan menonton televisi.

Tapi yang kurang kita sadari adalah ternyata semakin besar menfaat suatu benda maka akan semakin besar pula mudarat benda tersebut. Bisa kita ambil contoh sebuah pisau. Kita buat pisau yang canggih dan sangat tajam. Untuk memotong apapun jadi lebih gampang bahkan dengan usaha yang jauh lebih kecil dibanding menggunakan pisau biasa. Jelas pisau ini memiliki menfaat yang besar karena memberikan kemudahan. Tapi mudaratnya pisau yang tajam ini jika digunakan dengan kurang hati-hati bisa melukai pemakainya sendiri atau lebih parahnya lagi bisa digunakan untuk melukai orang lain.

Begitu juga dengan permediaan dengan kecanggihannya bisa memberikan informasi yang update tiap saat jelas ini juga memberikan manfaat yang besar karena kita bisa tahu tantang belahan dunia lain hanya dengan duduk didepan televisi. Ternyata justru kecanggihan inilah yang memberikan mudarat kepada masyrakat. Karena kecanggihannya mereka bisa memberitakan apapun tanpa diperhitungkan dengan matang terlebih dahulu.

Salah satu yang sangat disoroti disini adalah berita kriminal. Mungkin tujuan pembuat berita adalah agar masyarakat waspada karena banyak kejahatan dan kriminal dimana-mana. Tujuan ini memang baik tapi yang sedikit mendapat perhatian adalah seperti yang saya tulis tadi pada judul diatas, “Efek media terhadap sikap suka mengeneralisasi masyarakat Indonesia” . berita-berita kriminal yang diberitakan setiap hari oleh semua stasiun televisi ini membuat penilaian masyarakat bahwa Indonesia tidak pernah aman,setiap hari dan dimana-mana ada kajahatan. Tapi bisa kita tilik lagi bahwa keburukan yang diberitakan itu diambil dari berbagai daerah di Indonesia dan mungkin saja peristiwa seperti itu hanya terjadi sekali di daerah itu. Tapi karena daerah diindonesia sangat banyak satu persatu berita itu dikumpulkan walaupun cuma dapat lima sampai enam berita setiap harinya tapi karena beritanya bersifat nasional akibatnya penilaian masyarakat adalah Indonesia seperti ini--penuh dengan kriminal apalagi ditambah dengan gaya pembaca beritanya yang sangat meyakinkan. Tapi coba bayangkan dari luasnya Indonesia dan banyak daerah yang ada di Indonesia lima sampai enam berita kriminal itu setiap harinya sebenarnya bukanlah hal yang terlalu buruk. Coba saja hitung persentasenya mungkin tidak akan mencakup lebih dari 0.05% daerah di di Indonesia.

Contoh berikutnya yang mengiris hati para insan pelaku dunia kesehatan terutama para dokter dan rumah sakit. Beredar isu dan berita tentang malpraktek. Padahal saya yakin sekali itu hanya pekerjaan oknum tertentu tapi lihat saja akibatnya karena cara pemberitaannya di televisi akibatnya masyarakat memiliki penilaian yang salah seolah semua dokter seperti itu. Mungkin anda pernah membaca tanggapan orang-orang di artikle salah satu Koran elektronik tentang malpraktek hampir semua komentar-komentar disana menyudutkan profesi dokter dan pekerja rumah sakit.

Kalau seperti ini terus menerus maka wajar di zaman orde baru yang notabene kehidupan dikekang,justru masyarakat merasa lebih nyaman. Memang tidak bisa dipungkiri coba saja tanyakan pada orang tua kita zaman dulu bagaimana tanggapan mereka terhadap pemerintahan presiden Soeharto,yang pasti sebagian besar dari mereka merasa Indonesia lebih baik kala itu. Bandingkan dengan sekarang justru penilaian masyarakat sekarang adalah pemerintah tidak becus mengurusi rakyatnya. Padahal kalau dilihat-lihat zaman orde baru tidaklah lebih baik dari sekarang.

Semoga media masa kedepannnya sebagai orang yang lebih berpendidikan bisa memberikan informasi yang lebih mendidik kepada masyarakat Indonesia yang sebagian besar belum mengenyam pendidikan yang cukup.