Dukun Desa vs Dokter

Siang itu sang bocah sudah tidak sadarkan diri karena panas badannya sudah sangat tinggi,disampingnya ada sang bunda yang setia menemani dan belum tidur sejak dua hari yang lalu. Sang bocah kita sebut saja begitu namanya demi kerahasiaan pasien sudah mengalami panas sejak tiga hari lalu. Sebagai orang tua jelas sang ibu sangat khawatir akan keadaan anaknya. Berbagai cara telah dilakukan oleh keluarga untuk mengobati sang bocah,mereka sudah memanggil dukun A sampai Z (anggap saja namanya seperti itu). Total sudah 5 orang dukun sudah dipanggil untuk mengobati sang bocah tapi tetap juga tidak tampak tanda-tanda perbaikan dari kondisi bocah tersebut. Berbagai macam obat-obatan telah dicarikan oleh keluarga sebagai permintaan dukun-dukun yang dipercaya akan menyembuhkan penyakit dan menurunkan panas tubuh anak ini. Mulai dari bunga kembang sepatu,berbagai macam limau (baca: jeruk) dan amuan-amuan lainnya telah berhasil dikumpulkan dan diramu untuk diberikan mantra-mantra oleh sang dukun tapi tetap saja panas si bocah ini tak juga reda.

Hingga saat itu seorang bidan desa dipanggil juga ke rumah untuk membantu mengobati anak yang sedang sakit ini. Karena melihat kondisi ini tentu saja bidan ini berusaha untuk menganjurkan agar anak dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Tapi karena berbagai alasan akhirnya keluarga memutuskan untuk sementara tetap memberikan kepercayaan pada dukun-dukun tadi untuk menyembuhkan anaknya.

Alasan pertama biasa alasan klasik yang sepertinya akan selalu mengiringi masyarakat Indonesia,alasan dana,berapa banyak nanti uang yang harus dikeluarkan jika dibawa kerumah sakit. Karena beberapa minggu ini pekerjaan biasa masyarakat menambang dari sungai tidak bisa dilakukan karena sungainya sedang meluap,sungainya sedang besar jadi tidak memungkinkan untuk menyelam ke dalam sungai. Kondisi ini membuat keuangan keluarga agak sedikit bermasalah.

Alasan kedua adalah alasan geografis. Desa ini termasuk desa terpencil di kabupaten tersebut dan kita tahu bahwa rumah sakit biasanya hanya ada di pusat kabupaten begitu juga dengan daerah yang satu ini. Untuk ke rumah sakit maka butuh waktu 4-5 jam dari desa. Dan jika anak ini dibawa kesana maka harus mencarter mobil dan akhirnya ujung-ujung masalah balik lagi ke masalah dana.sunggu miris.

Dan ketiga alasan yang membuat dua alasan sebelumnya tetap dipertahankan yaitu masih tingginya kepercayaan masyarakat desa akan dukun yang bisa menyembuhkan penyakit anggota kelurga mereka. Tanpa urusan yang ribet dan berbelit-belit dan biayapun bisa nyusul dan yang pasti jauh lebih murah akhirnya dukun tetap berada direlung hati mereka yang terdalam.

Dengan ketiga alasan ini maka usulan dari bidan desa tadi tidak begitu popular untuk kali ini.
Sungguh air mata lelah dan putus asa telah terlihat dari wajah seorang lelaki paruh baya yang kala itu duduk di sudut rumah karena tak kuat lagi melihat kondisi anaknya. Berbagai cara telah ia dan anggota keluarga lain lakukan tapi belum membuahkan hasil. Hingga pagi itu terpancar rona senyum pulas dan bahagia terpancar dari wajah ibu yang dari tadi sudah terkatung-katung menahan kantuk meraba kening anaknya. Sungguh luar biasa,panas badan anak ini kembali terasa normal. Ada apa gerangan? Sepertinya usaha-usaha yang telah dilakukan oleh dukun-dukun tadi telah mendapat jawaban. Anggota kelurga riang bukan main.

Siangnya panas anak itu masih normal. Tapi. Ada hal yang ganjal,kondisi fisik anak itu semakin lemas dan tidak beberapa lama kemudian dari pori-pori tubuhnya mulai mencuat darah. Selang beberapa menit kemudian darah tidak hanya keluar dari pori-pori kulit saja tapi juga dari mulut sang anak. “Ada apa lagi ini? Apakah ini kutukan? Oh mungkin ada orang yang tidak senang pada kelurga kita,mungkin ada yang mengerjai anak kita”tegas salah satu anggota keluarga.

Melihat kondisi seperti ini akhirnya bidan desa dengan segala kemampuan membujuk yang dimilikinya,mungkin ini telah ia pelajari dulu di bangku kuliah tapi kenapa pada praktiknya begitu sulit untuk meyakinkan keluarga ini. Bahwa anak mereka mengalami sakit parah dan fatal dan bukan guna-guna dari orang lain. Dengan berat hati dan demi kesembuhan sang anak akhirnya keluarga bersedia untuk membawa anak ini kerumah sakit terdekat ( baca: jarak tempuh 4-5 jam perjalanan naik mobil,dengan kondisi jalan yang tidak sepenuhnya baik)

Sesampainya dirumah sakit anak ini langsung dibawa ke UGD dengan perawatan intensif. Sungguh malang masih dapat tertolak dan untung masih bisa diraih setelah beberapa jam perawatan,kondisi anak ini mulai membaik dan sudah melewati masa krisisnya. Hingga sang dokter yang jaga kala itu memberikan keterangan pada anggota keluarga yang ikut mengantar ke Rumah Sakit dengan sangat meyakinkan sekaligus memilukan mengguncah penyesalan bagi kedua orang tua anak ini. Sambil terisak tangis ibu anak itu mendengarkan Dokter mengatakan jika saja anak ini terlambat satu jam saja dibawa ke Rumah sakit mungin ibu dan bapak tidak akan bertemu lagi dengan anak mereka untuk selamanya. Dan diagnosis dokter adalah anak ini mengalami demam berdarah.

Seperti ini lah kultur kebanyakan masyarakat pedesaan Indonesia dengan kepercayaan turun-temurun yang telah mereka yakini sangat sulit untuk merubah perilaku dan meyakinkan mereka akan pentingnya dokter. Teman-teman yang saat ini masih duduk di bangku kuliah kedokteran seperti inilah kondisi yang akan kita hadapi nanti tentu saja hanya jika teman-teman mau untuk ikut melakukan perubahan itu. Kondisi seperti ini akan sangat jarang sekali teman-teman jumpai di perkotaan. Karena sesungguhnya untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat itu justru dengan memajukan kesehatan pedesaan (coba aja teman-teman cari informasi bahwa mayoritas masyarakat kita hidup di pedesaan).

Menanggapi menumpuknya dokter-dokter di kota sedangkan di daerah bahkan dokter umum pun hampir hanya ada satu orang per kecamatan.


Informasi ini saya dapatkan dari salah seorang teman waktu saya berada di kampung liburan kemarin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar