Macet, salah nya siapa?

Macet telah menjadi masalah besar bagi kota-kota besar. Hampir semua kota-kota yang tumbuh akan merasakan masalah ini,kecuali jika perkembangannya sudah diantisipasi sejak awal mula kota itu mulai tumbuh. Jakarta adalah salah satu kota itu. Kota yang merupakan potret Indonesia ini sekarang diprediksi akan lumpuh total beberapa tahun mendatang jika tidak ada tindakan penanggulangan signifikan untuk mengatasinya.

Sebenarnya ini bukannya hanya masalah Jakarta sebagai ibukota Negara kita, tapi kota-kota besar lain di Negara lain juga pernah atau sedang mengalami masalah yang sama. Bedanya mungkin mereka lebih cepat bertindak dengan solusi yang tepat guna sedangkan pemerintah kita mungkin baru menyadarinya. Ketika Negara lain sudah terbebas dari masalah ini pemerintah kita masih kewalahan untuk menghadapinya. Disini muncul pertanyaan apakah solusi dari pemerintah kita yang kurang tepat atau masyarakat kita yang tidak mau kompromi. Saya pribadi mencoba untuk melihat masalah ini dari kedua sisi. Menurut saya kedua komponen ini terlibat banyak sebagai penyebab dari masalah ini. Dan saya lebih menitik beratkan penyebab masalah ini ada di masyarakat. Disini kita bukan mencari kambing hitam terhadap masalah yang sudah muncul ini melainkan sebagai generasi muda mencoba untuk mencari solusi bersama.

Di satu sisi kita memang akan melihat masalah ini ada pada pemerintah. Tapi, apa salah mereka jika semua fasilitas sudah disediakan. Setiap tahun ada proyek pelebaran jalan, pembuatan jalan baru, dan sekarang sudah ada busway. Tapi nyatanya setiap tahun jalan raya justru semakin macet. Apakah jalan yang dibuat kurang lebar atau armada busway kurang banyak atau mungkin masyrakat kita yang hatinya terlalu sempit. Semua masalah yang terjadi seolah salahnya pemerintah tapi pernahkah kita introspeksi diri. Ketika jalan diperlebar bukannya makin lancar ternyata justru semakin macet karena jumlah kendaraan pribadi bertambah drastis. Ketika busway diadakan dan jalan khusus dibuatkan tetapi malah digunakan untuk kendaraan pribadi. Ketika rambu lalu lintas dibuat hanya untuk dilanggar dan patuh hanya jika ada polisi. Masihkah pemerintah yang salah?

Sungguh miris rasanya melihat statistik jumlah kendaraan yang ada di Jakarta. Jumlah kendaraan pribadi(mobil dan motor) mencapai 95% dari total kendaraan yang ada di ibukota Negara kita ini,sisanya baru kendaraan umum. Dan jumlah penumpang yang diangkut oleh oleh kendaraan pribadi hanya 40% saja, sisanya sekitar 60% penumpang diangkut oleh hanya 5% kendaraan umum. Kondisi yang sungguh berbanding terbalik. Jumlah kendraan pribadi begitu banyak tapi orang yang diangkut begitu sedikit. Artinya badan kendaraan pribadi ini hanya membuat penuh jalanan. Sangat miris lagi ketika mendengar berita yang mengatakan bahwa panjang jalan yang ada di Jakarta lebih pendek dibandingkan panjang semua mobil yang ada di kota ini. Tetapi yang disoroti pemerintah yang masih kurang menambah panjang jalan. Kenapa perntanyaan tidak dibalik, mengapa masyarakat selalu menambah mobil sedang ada fasilitas umum yang bisa digunakan.

Saya kaget ketika ada teman yang baru balik dari jepang. Dia bercerita bahwa dia dari suatu tempat ke tempat lain harus jalan kaki dalam jarak yang cukup jauh, tidak ada angkot apalagi becak atau ojek. Semua orang membudayakan jalan kaki menuju tempat pemberhentian kendaraan umum walaupun itu cukup jauh. Bandingkan dengan di mayarakat kita yang menjadikan tempat halte busway yang jauh(padahal tidak terlalu jauh) sebagai alasan untuk tetap menggunakan kendaraan pribadi. Kalaupun tidak menggunakan kendaraan pribadi masyarakat akan mengunakan motor atau angkot yang membuat penuh jalan. Sudahlah jumlahnya sangat banyak dijalanan juga ugal-ugalan seenak hati. Lampu merah diserobot, rambu lalu lintas diabaikan, yang ada hanya bagaimana caranya agar mereka bisa cepat sampai tujuan tanpa memperhatikan orang lain.

Saya menyoroti masalah ini ada pada ekonomi, ekonomi yang rendah dan ekonomi yang naik daun. Ekonomi yang rendah membuat masyrakat menjadikan jalanan sebagai mata pencarian,baik sebagai supir angkot dan tukang ojek dalam jumlah yang sangat banyak. Ekonomi yang naik daun membuat masyarakat berlomba-lomba untuk memperlihatkan diri bahwa diri mereka mampu membeli mobil. Tidak ada yang salah memiliki mobil, yang salah adalah ketika disatu rumah punya tiga sampai empat mobil, satu anak satu mobil. Kendaraan umum seperti tabu bagi mereka. Kondisi seperti inilah yang menjadikan jalan raya menjadi penuh melimpah hingga suatu saat diprediksi jalan raya di kota-kota besar Indonesia akan lumpuh total.

Masalah ini tidak akan selesai dengan penambahan ruas atau lebar jalan selama masyarakatnya masih suka menambah kendaraan pribadi, selama pemerintah tidak menyediakan fasilitas kendaraan umum yang memadai, selama pola pikir masyarakat masih tidak mau rendah hati untuk menggunakan fasilitas umum, dan selama lapangan pekerjaan masih sedikit. Mari bersama mencari solusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar