Sepakbola, Nasionalisme, dan Kedewasaan

Siapa yang tidak tahu dengan piala AFF baru-baru ini. Kejuaraan yang ditutup dengan pertandingan antara Indonesia vs Malaysia. Walaupun berakhir dengan kekalahan tapi apa yang dipertunjukan oleh Timnas Indonesia benar-benar mampu menyedot perhatian semua kalangan. Mulai dari tukang ojek, tukang becak, sampai ke instana presiden ditemukan ada nonton bareng menyaksikan pahlawan-pahlawan Indonesia berlaga.

Perjalanan Indonesia
Pada pertandingan pertama, Indonesia mampu mengalahkan Malaysia dengan skor telak yakni 5-1, disusul dengan kemenangan besar selanjutnya, 6-0 melawan Laos. Pertandingan terakhir di group A Indonesia berhasil menggulung Thailand, yang disebut sebagai raja Asia Tenggara bidang sepakbola, dengan skor 2-1, sekaligus memastikan Thailand gagal lolos dari penyisihan group. Posisi mereka digantikan oleh Malaysia yang mulai bangkit dengan mangalahkan Laos di waktu yang sama. Di semifinal, Indonesia kembali menunjukan keperkasaannya dengan menghantar Philipina pulang kampung setelah kalah dua kali, masing-masing dengan skor 1-0. Pada pertandingan lain Malaysia melanjutkan momentum kebangkitannya dengan mengalahkan juara bertahan, Vietnam. Kemenangan tersebut menghantarkan mereka untuk kembali bertemu dengan Indonesia di final.

Kemenangan demi kemenangan dipersembahkan oleh Timnas pada piala AFF 2010 ini. Hal ini membuat masyarakat Indonesia bergeming, perjuangan Bamabang Pamungkas dkk menjadi buah bibir dimana-mana. Berkali-kali kata-kata tertentu dari Indonesia menjadi topik pembicaraan utama di situs jejaring sosial. Irfan Bachdim dan Cristian Gonzales adalah salah duanya, kedua pemain ini adalah pemain naturalisasi yang masuk menjadi warga Indonesia sekaligus pemain Timnas beberapa bulan lalu. Permainan mereka langsung mendapat pujian setelah mempersembahkan gol demi gol untuk kemenangan Indonesia. Walaupun dulu sempat ada yang kontra dengan naturalisasi ini, tapi sekarang hampir semua orang senang dengan keputusan tersebut. Masyarakat seperti tersihir lupa dengan kondisi sebelumnya, sekarang yang mereka lihat hanya kemenangan dan kesempatan menjuarai kejuaraan sepakbola antar negara-negara asia tengara ini untuk pertama kalinya.

Euphoria
Setiap orang membicarakan Timnas dan kemenangan Indonesia. Pertandingan demi pertandingan semakin membuat piala AFF menjadi pusat perhatian. Indonesia dinaungi euphoria. Wajar saja, bertahun-tahun mereka menunggu kebangkitan sepakbola dan prestasi dari bidang ini. Momentum piala AFF ini seperti menjadi jawaban penantian masyarakat. Penantian terhadap prestasi yang sudah lama tak pernah singgah ke negara ini. Semua media membicarakan Timnas, bahkan seperti lupa bahwa luka masyarakat akibat bencana beruntun baru-baru ini belum sembuh benar. Tapi tak apa, mungkin kemenangan-kemenangan timnas ini juga menjadi obat penyembuh buat mereka agar tak larut dengan kesedihan.

Stadion Gelora Bung Karno (GBK) tidak pernah lagi sepi, bahkan tak ditemukan satupun kursi kosong dari kapasitas yang disediakan. Puluhan ribu masyarakat menyempatkan waktu untuk mendukung timnas kesayangan mereka. GBK dibanjiri lautan manusia. Merah mewarnai setiap sudut stadion. Bahkan presiden dan jajaran menterinya menjadi bagian dari lautan manusia itu. Setali tiga uang kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di stadion GBK, di warung-warung, di lapangan, di jalanan, bahkan di kantor-kantor pemerintahan digelar layar-layar lebar untuk menyaksikan timnas berlaga.

Euphoria berlanjut ketika Indonesia berhasil melaju keluar dari babak penyisihan Group. Stadion yang awalnya hanya diperuntukan untuk 70 ribu penonton, mengingat usia stadion yang sudah tua, terpaksa harus dinaikan kembali menjadi kapasitas maksimal, yaitu 95 ribu penonton. Semua kursi yang tersedia disana ludes dibeli supporter Indonesia yang terkenal fanatik ini. Tidak sampai disitu, menjelang partai final, animo masyarakat semakin meningkat. Semua orang berniat untuk mendukung langsung, puluhan ribu orang datang berbondong-bondong membeli tiket di stadion GBK. Ditambah manajemen penjualan tiket yang buruk, bahkan sampai terjadi kericuhan. Supporter saling dorong, merusak fasilitas yang ada, saling lempar satu sama lain, untuk mendapatkan tiket.

Kedewasaan Masyarakat
Kedewasaan masyarakat Indonesia diuji, setelah lebih dari dua minggu dipertontonkan dengan kemenangan, hari itu orang-orang harus berhadapan dengan manajemen penjualan tiket yang buruk. Sifat asli orang Indonesia terpaksa harus muncul ketika menghadapi kondisi penjualan tiket, kericuhan tak bisa dielakan. Entah siapa yang salah, PSSI atau supporter Indonesia yang tidak dewasa, yang jelas kericuhan itu sudah terjadi, merusak euphoria yang indah dalam dua minggu terakhir. Malamnya di Malaysia, Indonesia kembali harus tertunduk, tuan rumah ternyata tidak selemah ketika di penyisihan group. Indonesia digulung dengan skor telak pula, tiga gol tanpa balas.

Terlepas dari kecurangannya yang ditunjukan oleh supporter Malaysia, dengan menembakan laser ke mata pemain Indonesia, yang jelas Indonesia kalah. Tampak sekali setelah insiden pemain protes kecurangan ini, setelah permainan sempat dihentikan, konsentrasi pemain Indonesia seperti terjun payung tanpa payung, mental bermain langsung turun. Malaysia berhasil memanfaatkan situasi dengan menyarangkan gol ke gawang Indonesia, disusul dengan dua gol lagi setelahnya, 15 menit itu menjadi neraka untuk tim Indonesia. Mental sang calon juara benar-benar diuji dipertandingan ini, hasilnya bisa dilihat dipertandingan salanjutnya.
Hari suram untuk Indonesia, kericuhan penjualan tiket, kalah 3-0, dan merasa dicurangi, membuat supporter mulai beraksi. Kebencian terhadap negara tetangga kembali memucak. Memang pertandingan dua negara serumpun ini tidak hanya di lapangan ini saja, berpuluh konflik sudah mengendap sejak dulu. Pertandingan ini menjadi pelampiasannya. Masyarakat Indonesia geram karena satu persatu produk negara ini diklaim oleh Negara tetangga kita yang satu ini, sekarang ditambah lagi dengan kecurangan mereka.

Kekhawatiran mulai muncul dari beberapa pihak menjelang pertandingan leg kedua nanti di GBK. Takut Supporter Indonesia berulah, takut terjadi aksi balas dendam, apalagi jika kalah dari Malaysia. Ribuan personil kepolisian disiapkan untuk mengantisipasi, bahkan Presiden ikut berkomentar meminta supporter Indonesia tidak anarkis. Ternyata hasilnya diluar dugaan, Indonesia menang di GBK, tapi kalah aggregate dari Malaysia. Masyarakat Indonesia harus rela melihat tim lawan melakukan selebrasi kemenangan di kandang mereka sendiri. Tapi masyarakat Indonesia mampu menunjukan kedewasaannya. Tanpa anarkis, tanpa rusuh, tanpa ricuh menghiasi malam kemenangan tanpa piala itu. Seusai pertandingan supporter keluar stadion dengan tertib, yang jelas tetap dengan kepala tegak, bangga dengan perjuangan timnas, bangga dengan Indonesia.

Indonesia menunjukan dirinya sebagai bangsa yang besar, bangsa yang spotif, slogan ”lebih kalah dari pada menang curang” dijunjung tinggi oleh supporter Indonesia pada malam itu. Kedewasaannya juga ditunjukan dengan tetap menghargai lawan walaupun merayakan kemenangan diatas kekalahan sendiri.

Indonesia Bersatu
Kata orang segala sesuatu butuh momentum. Melalui piala AFF ini Indonesia sudah menemukan momentumya. Momentum untuk kembali bangkit, kembali optimis, bersatu padu, membangun bangsa ini. Walau tak jadi juara, timnas telah berhasil mempersatukan masyarakat Indonesia dalam satu kebangaan dan nasionalisme yang tinggi. Bhineka tunggal ika benar-benar terlihat dari piala AFF ini. Masyarakat Indonesia bersatu dalam kebangsaan dan kebanggaan. Mulai dari aceh hingga papua, masyarakat bersatu untuk mendukung Indonesia. Berbagai komentar persatuan dan kebanggan dikeluarkan baik di media maupun situs jejaring sosail. Momentum itu sudah datang. Setelah selama ini masyarakat dicekoki dengan kekecewaan, malam itu Indonesia menemukan kembali persatuannya, paling tidak karena efek sepakbola.
Setelah piala AFF banyak komentar yang menganalogikan pertandingan sepakbola ini dengan bangsa Indonesia.Ya begitu lah seharusnya Indonesia. Berjuang tanpa henti sampai titik darah penghabisan membangun Indonesia di segala bidang. Bangsa ini bangsa yang besar, kita seperti gajah yang masih tertidur, butuh momentum untuk membangunkannya, dan mulai berjuang. Indonesia tidak sekerdil itu, kita tidak sejelek itu, kita jauh lebih baik dari anggapan kita sendiri.
Semoga setelah momentum piala AFF ini semakin berkurang kita mendengar, ketika berhubungan dengan kejelekan, keluar komentar, “beginilah Indonesia”. Tapi kedepan kita rubah mindset itu, kita bangun mindset baru, “beginilah Indonesia dengan prestasi yang membanggakan”. Dan semua orang berucap “ SAYA BANGGA DENGAN INDONESIA”. Sekarang tinggal bagaimana kita, PSSI, pemerintah negeri ini, dan segala elemen bangsa ini, memanfaatkan momentum yang ada ini untuk melakukan perbaikan, ikut serta membangun bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar