Kekurangan Dokter: Masalah Jumlah atau Distribusi, dan Segenap Permasalahanya

Keberadaan dokter masih menjadi salah satu masalah utama kesehatan di daerah. Masih ada puskesmas yang belum memiliki tenaga dokter. Pelayanan kesehatan maksimal tentu masih jauh dari harapan. Jangankan pelayanan dokter spesialis, dokter umum pun masih sangat kurang kalau tidak mau dikatakan tidak ada.
Di belahan indonesia bukan hal yang aneh jika pelayanan kesehatan di Puskesmas hanya dilakukan oleh perawat atau bidan. Jika puskesmas tidak memiliki tenaga dokter, seperti kita tahu puskesmas itu mencakupi satu wilayah kecamatan, artinya di satu kecamatan tersebut tidak ada satu orang pun dokter yang akan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Namun, apa yang kita lihat di kota-kota besar justru sebaliknya. Tiap sudut jalan bahkan kita bisa menemukan tempat praktik dokter. Dimanapun berada fasilitas kesehatan yang begitu mudah dijangkau. Ada perbedaan yang begitu signifikan. Antara langit dan bumi. Antara gajah dan semut. Rasio jumlah dokter dengan masyakat di daerah dibandingkan di kota memiliki perbedaan begitu besar. Daerah-daerah kekurangan dokter. Kota justru sebaliknya, mereka bisa dikatakan kelebihan dokter.

Hal yang menarik untuk ditelusuri, apa sebenarnya yang menjadi masalah utama yang menyebabkan masalah ini tidak kunjung selesai. Saya pikir tidak hanya saya yang terpikir akan masalah ini, sudah banyak pemangku kebijakan yang memikirkan  dan mencoba dengan berbagai solusi. Akan tetapi hasilnya apa yang kita lihat hari ini. Terjadi perubahan, tapi masih jauh dari kata ideal. Justru dalam beberapa hal terjadi perburukan.  Dokter-dokter semakin tertarik untuk mengabdikan ilmunya di kota besar dengan berbagai alasan seolah yang tidak bisa dicegah.

Jumlah dan distribusi yang tidak merata
Data dari kementrian kesehatan menunjukan sebagian besar dokter berada di pulau jawa. Dari yang ada di pulau jawa tersebut sebagian besar ada di kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Data dari Kolegium Kedokteran Indonesia pada bulan Agustus 2010 menunjukan bahwa jumlah dokter di Indonesia ada 72.094 orang.  Jumlah ini masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 238 juta jiwa. Untuk mencukupi rasio dokter dan masyarakat yang minimal masih diperlukan 23 ribu dokter lagi. Namun dari segi jumlah sepertinya bukan masalah besar. Dengan 72 fakultas kedokteran yang ada saat ini diperkirakan ada 5000 lulusan dokter setiap tahunnnya. Melihat kondisi ini maka dalam waktu lima tahun dari 2010 maka seharusnya jumlah dokter Indonesia sudah cukup. Namun yang jadi masalah besar adalah pemerataannya.

Data dari Badan Pembangunan Nasional tahun 2012 menyebutkan rasio dokter per 100.000 penduduk di Indonesia adalah 18,5. Dibandingkan dengan negara lain tentu jumlah ini masih jauh dari cukup. Kita negara tetangga Malaysia, data dari Pusat Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Kementrian Kesehatan tahun 1997 rasio dokter per 100.000 penduduk ada 65,5 orang, Jepang 193,2 orang, Australia 240 orang. Kita tidak akan membahas masalah jumlah ini lebih lanjut. Kita fokuskan pada masalah pemerataan distribusinya.

Data dari Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Badan Perencanaan Nasional tahun 2005 menunjukan dua per tiga dokter spesialis berada di Jawa dan Bali. Dari total sekitar 10.000 dokter spesialis di Indonesia, 3500 orang ada di DKI Jakarta. Bandingkan dengan Provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimatan Tengah, Maluku, Sulawesi, jumlah dokter spesialis di masing-masing provinsi kurang dari 100 orang. Bahkan Provinsi Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat memiliki jumlah dokter spesialis kurang dari 30-40 orang. Kita bisa bayangkan bagaimana kesenjangan pelayanan kesehatan di masing-masing daerah tersebut.

Begitu juga dengan distribusi dokter umum, memiliki komparasi yang tidak jauh berbeda. Dua pertiganya dari total jumlah dokter di indonesia ada di pulau Jawa dan Bali. Kolegium Kedokteran Indonesia pada Agustus 2010 melalui situs berita DPR RI mengatakan 30 % Puskemas tidak memiliki tenaga dokter terutama di daerah sulit.   

Lebih jauh lagi jika melihat rasio dokter gigi, data dari Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia mengatakan 70-80 % dokter gigi ada pulau Jawa, sementara dokter spesialis gigi 90 % ada di pulau Jawa.
Data-data ini membuat kita terhenyak sekaligus berpikir, 67 tahun Indonesia merdeka masih banyak atau sebagian besar penduduk Indonesia belum mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan yang layak.

Analisa penyebab
Saya akan mencoba menganalisa berdasarkan pemikiran bodoh saya tentang terjadinya masalah ini. Menurut saya ada beberapa hal yang mendasar yang sangat sulit dan berpengaruh besar terhadap perburukan masalah ini. Kita kesampingkan dulu masalah lain yang terlihat besar dan biasanya menjadi sorotan, seperti kesenjangan tunjangan kesejahteraan antara daerah dan kota, kondisi geografis daerah-daerah terpencil yang sulit, kondisi sosial daerah, fasilitas daerah yang menunjang perkembangan pendidikan, keluarga, karir yang masih terbatas, maupun kondisi keamanan dan kenyamanan yang berbeda antara daerah dan kota.

Ada beberapa hal mendasar jika hal ini tidak diperbaiki maka cita-cita pemerataan jumlah dokter di wilayah Indonesia akan sulit dicapai. Masalah ini dilihat dari cikal bakal orang-orang yang akan menjadi dokter. Masalah mendasar ini jika ditemukan solusinya, maka masalah yang menjadi sorotan tadi akan lebih mudah untuk diselesaikan. Berikut adalah paparan tentang analisa tersebut:

1.    Sebagian besar mahasiswa kedokteran memang berasal dari kota-kota besar
Kesulitan daerah terutama daerah terpencil untuk mengakses pendidikan kedokteran masih menjadi masalah utama. Persaingan untuk masuk fakultas kedokteran yang begitu berat akhirnya hanya membuat siswa yang bisa masuk ke fakultas ini hanya berasal dari sekolah-sekolah yang memiliki standar pendidikan yang cukup baik. Dan lagi-lagi sekolah itu ada di kota besar. Akibatnya dari tahun ke tahun, mahasiswa di tiap fakultas kedokteran di dominasi oleh “anak-anak kota”. Di kampus saya, UNPAD, lebih dari setengah jumlah mahasiswa satu angkatan berasal dari SMA kota Bandung dan Jakarta.

Bisa diperkirakan sebagian besar dari mahasiswa-mahasiswa ini ketika mereka lulus nanti menginginkan untuk tetap bekerja di Bandung dan Jakarta. Ditambah lagi dengan mahasiswa-mahasiswa daerah yang sudah terlanjur nyaman dengan suasana kota akhirnya jadi ikut enggan untuk kembali ke daerahnya. Jika kondisi ini tetap dipertahankan maka tujuan pemerataan akan sulit dicapai. Meskipun pemerintah membuat kebijakan mewajibkan lulusan fakultas kedokteran untuk mengabdi beberapa tahun di daerah, kebijakan ini hanya akan bersifat sementara. Selesai masa pengabdiannya, dokter-dokter yang memang berasal dari kota besar ini akan kembali ke kota besar dengan berbagai alasan yang tidak bisa kita pungkiri. Setiap orang tentu ingin kembali ke tempat ia dibesarkan, apalagi di kota besar yang menjanjikan segala fasilitas kenyamanan.

Berapa banyak dari “mahasiswa kota” ini yang mau bekerja di Papua, Maluku, Gorontalo, atau Bengkulu? Dari sekian banyak itu berapa lama mereka mau bertahan?
Tidakkah akan berbeda jika mahasiwa calon dokter itu memang berasal dari daerah tersebut?

2.    Biaya kedokteran yang semakin mahal.
Biaya masuk fakultas kedokteran saat ini, terutama di universitas swasta atau jalur khusus universitas negeri, bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta. Siapa yang bisa menjangkau biaya ini tentu orang-orang yang berasal dari keluarga yang lebih dari mampu. Darimana orang-orang ini berasal? Kita bisa jawab sendiri. Lagi-lagi kita akan mendapatkan jawaban bahwa orang-orang ini berasal dari kota. Kalaupun ada anak-anak daerah yang bisa menjangkau ini jumlahnya masih sedemikian kecil. Akibatnya tidak jauh berbeda dengan masalah yang pertama. Kebijakan bagaimanapun dari pemerintah tanpa memperhatikan masalah-masalah prinsip yang mungkin terkesan sederhana ini tidak akan menyelesaikan akar permasalahan.

3.    Motivasi dan idelisme yang kurang dihargai
Dari sekian banyak jumlah dokter ini, tentu ada yang mau mengabdikan dirinya untuk mengabdikan diri ke daerah atau kembali ke daerahnya. Namun bak dayung tidak bersambut, keinginan dan idealisme orang-orang yang memiliki motivasi ini jadi perlahan luntur ketika masalah sepele (bisa dikatakan dimikian) tidak terpenuhi. Tentu bukan pengorbanan yang kecil jika ada orang-orang yang dilahirkan di kota, sudah terbiasa hidup di kota dan dibesarkan di kota, keluarga besarnya juga di kota, harus meninggalkan itu semua dan pindah untuk bekerja ke daerah. Hal-hal seperti ini kurang mendapat perhatian dari yang berwenang. Mereka dibiarkan hidup sendiri. Seolah dokter yang butuh hidup bukan yang berwenang ini butuh pelayanan kesehatan yang memadai untuk masyarakatnya. Keberadaan mereka sebagai tenaga ahli tidak mendapat penghargaan yang layak. Masalah kesenjangan kebijakan ini, sebagai manusia yang memiliki segala keterbatasan, membuat mereka lagi-lagi enggan untuk bertahan lama dan memilih untuk kembali ke kehidupan mereka yang dulu, kota.

Pada prinsipnya, masalah yang mendasar setiap orang ingin kembali dan berada di tempat ia dibesarkan. Atau setidaknya ke tempat yang memiliki kenyamanan yang sama dengan itu yang mendukung masa depannya, karirnya, pengabdiannya, pendidikannya, dan terutama keluarga dan keturunanya. Dokter juga sama. Dokter juga manusia. Maka selama “anak-anak daerah” itu tidak memiliki akses dan kesempatan yang sama, maka masalah ini akan terus berlanjut tanpa penyelesaian, tetap kusut tidak bertemu ujungnya. Karena satu hal, terlepas dari harapan masih banyak idealime dari dokter-dokter untuk mengabdi ke daerah, dokter-dokter yang berasal dari daerah lah yang bisa diharapkan untuk kembali ke daerahnya.

Apapun itu sebagai dokter atau calon dokter kami hanya bisa bergumam, kembalikan ke diri masing-masing. Tanya pada idealisme yang ada di relung hati meskipun sekilas tampak mereka yang berwenang itu hanya sekedar memanfaatkan idealisme ini untuk kepentingan mereka, bukan untuk kita.

Aku ada bukan untuk diriku

Disaat orang-orang sibuk memikirkan dirinya sendiri, masih banyak orang-orang di luar sana sampai tidak bisa tidur karena memikirkan nasib orang lain.

Disaat orang-orang sibuk untuk memperkaya dirinya sendiri, masih banyak diluar sana orang-orang yang rela tidak makan agar melihat orang lain bisa ikut merasakan enaknya nasi dan lauk seperti yang pernah ia rasakan.

Disaat orang lain bercita-cita bagaimana dan seberapa besar dirinya kelak, masih ada orang-orang yang bermimpi dan memiliki cita-cita besar untuk kebermanfaatan dirinya bagi orang lain.

Disaat yang lain berpikir bagaimana sibuknya ia untuk keperluannya saat ini dan nanti di masa depan, masih banyak yang menyibukan diri untuk berbagi dan mencukupi kebutuhan saudaranya sesama makhluk tuhan.

Waktu yang kita punya sama. Ada yang menggunakannya hanya untuk dirinya. Namun, tidak sedikit yang berjuang untuk menyisihkan waktu yang ia punya agar bermanfaat bagi orang lain. Ia meletakan tanggungjawab dirinya untuk orang lain sebagai prioritas utama diatas apapun. Ia ada bukan untuk dirinya tapi untuk orang lain.

Hidupnya bukan untuk dirinya sendiri, ada hak orang lain yang perlu ia tunaikan. Memang bukan kewajiban tapi keharusan bagi mereka yang membuka hati. Bahwa masih banyak orang lain yang butuh uluran tangannya, tenaganya, waktunya, dan segala yang ia punya.

Inpirasi Berantai

Kesuksesan dan kesenangan seorang pekarya adalah ketika melihat orang lain terinspirasi atau tersentil untuk buat karya lebih baik karena karyanya

Puncak Gunung Geulis, 18 Maret 2012

Bervisi Tiada Henti


Kehidupan akan terhenti ketika kita sudah merasa cukup dengan pencapaian tertentu.

Hidup tanpa keinginan, tanpa hasrat, tanpa tujuan, dan tidak ada lagi yang ingin dicapai ibarat mayat yang berjalan mengikuti kegiatan harian manusia.

Apatis, Tidak Peduli

Setiap orang punya ladang kebermanfaatan sesuai potensinya masing-masing. Semua orang berhak memilih setiap jalannya dengan tanggungjawab dan konsekuensi yang mungkin terjadi mengikuti itu. Tidak ada pilihan yang salah ketika seorang memutuskan untuk bergerak. Yang salah itu yang diam yang tidak peduli. Apatis.

Daftar Penulis Buku Jalan Menuju Dokter Muslim/ JMDM

Alhamdulillah, melalui sayembara yang saya adakan beberapa waktu lalu telah terpilih tulisan-tulisan terbaik yang insyaAllah menginspirasi kita semua. Tulisan-tulisan ini menggambarkan kisah nyata yang dialami penulis selama menjalani pendidikan kedokteran. Perjalanan dan lika-liku selama menjalani pendidikan kedokteran ini semakin mendekatkan diri para penulis pada Sang pencipta, membuat para penulis ini semakin menggagungkan kebesaraan Allah, hal ini tergambar dari tulisan-tulisan yang terangkum dalam buku JALAN MENUJU DOKTER MUSLIM : Catatan Harian Calon Dokter. Atau yang populer dengan sebutan JMDM.

"Buku ini adalah kumpulan kisah nyata mahasiswa kedokteran selama menjalani pendidikan. Cerita-cerita nyata yang menggugah dan menginspirasi. Buku ini menguak sisi lain dari pendidikan kedokteran. Para penulis mengingatkan kita kembali untuk menjadi dokter yang tidak hanya sekedar dokter. Tapi lebih dari itu. Dokter yang dalam kehidupan sehari-harinya mencerminkan akhlak yang mulia yang akan menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat, menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan terhadap semua pasiennya, memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, serta melakukan perbaikan signifikan dalam masyarakat, serta menginspirasi kita akan pentingnya peran profesi yang satu ini dalam mengembangkan dan membentuk masyarakat madani di masa depan.
"


Berikut saya paparkan profil kontributor buku JMDM:
1. Emy Kusmiawaty. Dia adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma, Surabaya, angkatan 2009. Dia juga berprofesi sebagai penulis di Penerbit Pustaka Obor Populer.

2. Anggea Rachmiawaty, S.Ked, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran angkatan 2006. Masih mempertanyakan tentang takdirnya kenapa memilih dunia kedokteran, tak membuatnya gamang, ia aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan diantaranya Senat Mahasiswa dan DKM Asy-Syifaa’ FK UNPAD.

3. Poby Karmendra, dr., mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas angkatan 2005. Saat ini dia sudah diamanahkan resmi menjadi seorang dokter. Dia aktif sebagai pengurus Forum Studi Kedokteran Islam (FSKI) FK UNAND dan juga sebagai pengurus hingga terakhir menjadi ketua Dewan Pembina Organisasi (DPO) FULDFK tahun 2010-2011.

4. Rafky Yanuar, S.Ked. Saat menulis cerita ini dia adalah Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Dia menjabat sebagai Ketua Umum Badan Kerohanian Mahasiswa Thibbul Mu’min (BKM-TM) FK UISU Periode 2008-2009. Dia juga aktif sebagai pengurus Departemen P&K Dewan Eksekutif Pusat (DEP) FULDFK ditahun selanjutnya.

5. Rizki Amalia, S.Ked, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran angkatan 2007. Selama menjadi mahasiswa dia aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya sebagai pengurus departemen Kaderisasi dan Dewan Pendamping Organisasi (DPO) DKM Asy-Syifaa’ FK UNPAD.

6. Chicy widya morfi. Dia adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran angkatan 2008. Aktif di organisasi-organisasi intra kampus, salah satunya menjadi pengurus Kaderisasi DKM Asy-Syifaa FK UNPAD periode 2009-2011.

7. Reagan Resadita, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada angkatan 2009.

8. Irzal Rakhmadani adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat angkatan 2009. Aktif di berbagai organisasi, salah satunya sebagai pengurus KSI Asy-Syifa FK UNLAM periode 2011.

9. Nestri, S.Ked, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadajran angkatan 2007. Ia aktif sebagai pengurus DKM Asy-Syifaa’ FK Unpad tahun 2009. Sekarang Ia sedang merintis program sosial pendidikan dengan nama Nadezda Act.

10. Maryam, S.Ked, mahasiswa kedokteran Universitas Padjadjaran angkatan 2007 ini adalah salah satu aktivis lembaga dakwah fakultas kedokteran. Ia aktif di DKM Asy-Syifaa’ FK Unpad, salah satunya sebagai Kepala Departemen Kemuslimahan DKM Asy-Syifaa’ 2010.

11. Muchtar Hanafi, S.Ked, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS), Solo, angkatan 2007. Dia pernah menjabat sebagai ketua DEW 4 FULDFK tahun 2009, ketua SKI FK UNS tahun 2010. Dia juga merupakan Mahasiswa Berprestasi Utama UNS dan Terbaik ke-6 Nasional tahun 2010.

12. Naenda Stasya, dr. Saat menuliskan cerita pengalamannya ini Naenda sudah menambahkan satu gelar di belakang namanya, S.Ked. Dia adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Angkatan 2005. Saat ini sudah menjadi dokter.

13. Hendri Okarisman. Dia adalah mahasiswa Pendidikan Dokter FK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2008. Dia aktif sebagai Lembaga Dakwah tingkat fakultas maupun universitas di kampusnya, salah satunya sebagai pengurus Unit Kerohanian Islam JAA UMY.

14. Intan Risna Dewi, S.Ked. adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadajran angkatan 2006. Aktivitasnya di kemahasiswaan tak jauh dari organisasi keislaman. Pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Media DKM Asy-Syifaa FK UNPAD periode 2009 dan Kepala Departemen Informasi dan Teknologi Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Indonesia (FULDFK) periode 2010-11.

15. Feni Dwi Lestari, dr. Saat ini ia sudah menjadi dokter alumni Fakultas Kedokteran Universitas Andalas tahun 2011. Ia menyelesaikan pendidikan dokternya selama enam tahun sejak tahun 2005.

16. Sofa Rahmannia, S.Ked, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran angkatan 2007. Dia adalah satu pengurus Departemen Medical Islam DKM Asy-Syifaa FK UNPAD tahun 2008-2010 dan pernah menjadi Kepala Divisi Kajian Kedokteran Islam FULDFK tahun 2010.

17. Erna yulida. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat angkatan 2009. Dia aktif sebagai pengurus Departemen kaderisasi KSI Asy-Syifa tahun 2011 dan juga menjadi pengurus Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI)

18. Cherish Idea Anissa Istanto, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2008. Ia aktif sebagai pengurus SKI Al-Jundi FK UMY 2010 dan juga sebagai pengurus Departemen pengembangan LDFK dan Kaderisasi FULDFK.

19. Nesta Enggra, S.Ked. Pencetus ide untuk melahirkan buku ini. Saat ini saya sedang menjalani pendidikan sebagai dokter muda di Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Mahasiswa FK UNPAD angkatan 2007, saat ini diamanahi menjadi Ketua Umum Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Indonesia (FULDFK).


Selamat kepada semua kontributor. Selamat Menginspirasi. Semoga karya kita menjadi inspirasi bagi orang lain untuk ikut membuat karya terbaik. Karya ini kami persembahkan untuk bangsa, negara, dan islam.


Jika kau temukan gelap, maka kenapa kamu tidak menjadi lilin. Kecil namun menerangi.

JALAN MENUJU DOKTER MUSLIM : Catatan Harian Calon Dokter

Buku: JALAN MENUJU DOKTER MUSLIM : Catatan Harian Calon Dokter


Telah terbit sebuah inspirasi baru..

JALAN MENUJU DOKTER MUSLIM : Catatan Harian Calon Dokter

Jalan ini adalah pilihan, menjadi dokter yang tidak hanya sekedar dokter, tapi dokter yang tahu betul bahwa ia adalah da’i sebelum menjadi apapun. Dokter yang dalam kehidupan sehari-harinya mencerminkan akhlak yang mulia yang akan menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. Dokter yang menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan terhadap semua pasiennya karena ia tahu ada Allah yang mengawasi setiap apa yang ia lakukan. Dokter yang berjuang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan melakukan perbaikan signifikan dalam masyarakat. Dokter itu adalah kita, dokter muslim yang menjunjung tinggi nilai-nilai islam, menyampaikan, dan mendakwahkannya. Inilah jalan kita, jalan menuju dokter muslim.


-----------------------------------------------------------------------------------------


“Disetiap perjalanan selalu ada pernik-pernik pemandangan disekitarnya, buku "Jalan Menuju Dokter Muslim" ini melukiskan pernik-pernik itu dengan detail yang menjadikan perjalanan itu indah.”
Abdul Mughni Rozy, dr., SpB Penulis buku Blue Surgeon

“Mantap.. Cerminan hidup sang calon dokter yang inspiratif!”
Egha Zainur Ramadhani, dr. Penulis buku best seller Super Health

“Enlightening. An honest and insightful stories of life in medical school. A breakthrough in medical students history: how merely knowledge and skill are not enough. One should be spiritual, one should be social, one should be compassionate. Truly heartwarming.”
Almira Aliyannisa, S.Ked

Fakultas Kedokteran Unpad
Mahasiswa Berprestasi Peringkat Dua Tingkat Nasional 2010


“Dengan membaca kisah-kisah inspiratif ini, kita diajak menyelami cara berfikir individu-individu calon dokter yang memiliki karakter yang kuat. Karakter menjadi penting sekarang ini, dimana banyak pemuda tidak memilikinya dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Inilah yang diimpikan oleh bangsa ini, pemuda-pemuda yang memiliki karakter dan dapat mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang jauh lebih bermoral dan bermartabat.”
Ali Reza, dr.

Ketua Umum FULDFK 2008-2009
------------------------------------------------------------------------------------------

Pembelian dapat dilakukan dengan memesan langsung ke tim markerting Jalan Menuju Dokter Muslim/JMDM melalui:
-Sms/telepon ke 083821728119
-Whatsapp ke 082117841184

Pembayaran dapat dilakukan dengan transfer uang pembelian + ongkos kirim ke nomor rekening berikut ini:

Bank Muamalat a.n Nesta Enggra no. 0112102687
*setelah uang ditransfer, konfirmasi via nomor kontak marketing JMDM

Yang berminat menjadi agen distributor yang menyalurkan JMDM di Universitas atau daerahnya masing-masing bisa kontak ke tim marketing JMDM dengan nomor kontak yang sama. Agen distributor akan mendapatkan keuntungan (dengan sistem bagi hasil) untuk setiap buku yang terjual. *Info lebih lanjut hubungi tim marketing JMDM

Jalan Menuju Dokter Muslim : Catatan Harian Calon Dokter
Harga: Rp. 55.000
(belum termasuk ongkos kirim)
*menggunakan jasa pengiriman barang JNE. Biaya dihitung dari Depok ke daerah masing. 1-4 buku dihitung 1 kg.

------------------------------------
Karya: Nesta Enggra Avicenna, dkk
Penerbit: Indie Pro Publishing
Spesifikasi buku: 164 halaman, 15 x 21 cm, 250 mg
Cetakan ke-1, Februari 2012
ISBN : 978-602-9142-50-1

Ini Mimpiku

Hari menjelang siang ketika saya sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Kerumuman orang berlalu lalang sibuk dengan urusannya masing-masing semakin menunjukan predikatnya sebagai salah satu bandara tersibuk di dunia. Saya sudah maklum dengan keadaan ini.

Pagi itu waktu masih menunjukan pukul 9.00 pagi. Bus yang mengangkut saya dan penumpang lainnya dari Bandung memang sampai bandara agak lebih cepat dari biasanya. Kali ini tidak ada macet. Perjalanan dengan bus dari Bandung ke Jakarta begitu lancar. Macet dari dulu memang menjadi sesuatu yang patut diwaspadai dalam perjalanan menuju Ibu Kota negara ini. Tapi beberapa bulan ini, kebijakan baru yang dibuat oleh pemerintah sejak beberapa tahun lalu sudah mulai menunjukan hasil. Macet yang biasa menjadi mimpi buruk kota ini sudah mulai beranjak membaik. Masyarakat sudah menunjukan kesadaran untuk beralih menggunakan transportasi umum. Transportasi bukan menjadi masalah lagi bagi masyarakat kota ini, kita bisa kemana saja dengan traspotartasi umum yang layak, nyaman dan harga terjangkau. Berkat perjalanan yang lancar, saya bisa menghemat beberapa waktu dan bisa sedikit lebih santai.

Setelah check in dan semua urusan administrasi bandara selesai, saya langsung menuju mushala untuk melaksanakan shalat dhuha. Saya melirik pada jam tangan dan melihat tiket untuk memastikan kembali bahwa pesawat yang saya tumpangi boarding pukul 10.30 dan sekarang masih pukul 9.30, waktu yang tersedia masih cukup luang.

***

Benar saja dugaan saya, mushala agak penuh dan untuk wudhu di jam-jam seperti ini harus mengantre. Untung waktu yang tersedia cukup panjang jadi tidak masalah. Kesibukan orang-orang di bandara ini tidak membuat mereka lupa untuk menunaikan shalat dhuha. Semangat dan kesadaran untuk selalu mendekatkan diri pada Sang Khalik sudah menjadi keseharian masyarakat, pun dalam keadaan sibuk seperti ini. Di mushala yang cukup luas dan nyaman ini silih berganti para musafir mengisi saf-saf kosong untuk menunaikan shalat. Beberapa dari mereka yang mungkin masih punya waktu cukup luang, ada yang mengisi waktu dengan tilawah dan juga yang memilih untuk berdiskusi hangat dengan yang lain. Sepertinya mereka baru kenal, tapi tampak begitu akrab. Begitulah, keramahan dan keyakinan bahwa setiap muslim itu bersaudara tampak jelas dari kehangatan mereka dalam bercengkrama.

***

Selesai shalat, saya langsung menuju ruang tunggu keberangkatan pesawat. Bapak Satpam yang sedari tadi berdiri di pintu tampak sibuk seperti penyambut tamu di pintu masuk ruang tunggu. Ia mengucapkan salam selamat datang dengan ramah kepada siapa saja yang datang. Wajah-wajah orang disini begitu menyejukan.

Masuk ke ruang tunggu, tampak beberapa orang disini sedang memegang mushaf dan mulut komat-kamit denga khusyuk. Ya, mereka sedang tilawah. Pemandangan seperti ini sudah biasa tampak di tempat umum, terutama di ruang tunggu seperti ini. Seolah tidak ada lagi waktu luang kecuali untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Saya layangkan pandangan sekeliling ruangan untuk mencari tempat duduk yang kosong. Tampak di salah satu sudut ada kursi panjang yang belum ditempati. Saya langsung kesana lalu duduk sambil mengeluarkan handphone untuk mengirim sms pada orang di rumah, istri tercinta. Saya memberi tahu dia bahwa saya sudah sampai bandara, sekarang di ruang tunggu, sebentar lagi naik pesawat dan berangkat. Biasanya dia selalu mendampingi saya kemanapun saya pergi termasuk acara-acara keluar kota seperti ini. Tapi kali ini, istri saya sedang hamil anak kedua kami dengan usia kandungan 7 bulan. Saya meminta dia untuk tetap istirahat di rumah sambil menemani putra pertama kami bermain. Dia dengan berat hati melepas saya pergi sendirian berpesan sebelum saya berangkat untuk selalu mengabarinya saban waktu. Tipikalnya yang sangat perhatian membuatnya terkesan selalu khawatir. Saya sudah paham betul ini. Ini adalah bentuk sayangnya pada suami.

“Iya, sayang. Hati-hati ya. Jaga kesehatan. Jangan lupa nanti makan siang, tadi bekal makan siangnya udah mama taruh dalam tas. Mama lagi ngajarin kakak menulis huruf arab. ^^ ” Balasan sms darinya.

***

Di seberang kursi tempat saya duduk, saya melihat lima orang anak muda kira-kira berumur 19-21 tahun, tiga orang laki-laki dan dua orang lagi perempuan. Saya teringat ketika saya mahasiswa, persis seperti mereka, saya bersama teman-teman juga sering berpergian seperti itu. Dari jaket yang mereka pakai, saya merasa tidak asing lagi, saya kenal dengan jaket itu. Itu adalah jaket yang menunjukan identitas mahasiswa muslim Fakultas Kedokteran se-Indonesia, ya mereka memakai jaket Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Indonesia (FULDFK).

Tanpa sungkan saya dekati mereka. Dengan salam hangat saya sapa mereka lalu memperkenalkan diri. Ternyata mereka sudah mengenal saya.

“Ini Bang Nesta kan? Ketua FULDFK tahun 2012 yang juga sudah menulis beberapa buku itu? Maaf, Bang, tadi kami tidak menyadari ada Bang Nesta disana. ”

Pembicaraan dilanjutkan, saya bertanya mereka dari mana dan tujuan mereka mau kemana. Mereka berasal dari salah satu Fakultas Kedokteran di Jakarta. Mereka mau ke Makassar untuk mengikuti Konferensi Mahasiswa Muslim Fakultas Kedokteran se-Indonesia yang diadakan oleh FULDFK. Tuan rumah tahun ini adalah Universitas Hasanuddin. Tujuan saya juga kesana untuk menjadi salah satu pembicara.

Salah satu dari mereka bercerita dengan semangat dan antusiasme tinggi. Dia adalah salah satu Steering Committee dari acara ini. Saya jadi ingat masa-masa muda dulu. Ketika masih seperti mereka. Mencoba membangun mimpi dan sekarang waktu menuainya. Sekarang giliran mereka bermimpi dan nanti kelak mereka akan membuat karya yang lebih baik dari apa yang dulu telah kami lakukan.

“Jadi begini, bang. Pertemuan antar mahasiswa Kedokteran yang diadakan tahun ini adalah pertemuan terakbar yang diadakan FULDFK tahun ini. Tema yang kita usung adalah ‘Peran Dokter Muslim dalam Membentuk Peradaban Islam.’ Total mahasiswa FK yang hadir ada sekitar 250 orang, hampir dari seluruh FK di Indonesia. Disana mereka akan memaparkan mimpi-mimpi mereka dan karya apa saja yang telah mereka perbuat untuk bangsa ini. Peserta yang hadir ini bukan sembarang orang, bang. Mereka dipilih sebagai peserta melalui seleksi yang ketat. Mereka yang terpilih hanya mereka-mereka yang telah melakukan banyak hal dan menghasilkan banyak karya di bidang kedokteran, baik Ilmiah, keorganisasian, maupun sosial kemasyarakatan. Dan beberapa dari mereka akan menjadi pembicara utama dalam konferensi nanti didampingi pembicara-pembicara besar lainnya, baik yang berskala nasional maupun internasional. Diharapkan acara ini akan menjadi ajang syiar terbesar FULDFK tahun ini. Kita ingin menunjukan bahwa kita sudah siap menuju gerbang peradaban yang baru, peradaban islam. Dokter dan mahasiswa kedokteran menjadi salah satu elemen penting dalam masyarakat dalam membentuk kondisi masyarakat yang madani. Tidak hanya kita, bang. Organisasi-organisasi kemahasiswaan di jurusan lain juga telah melakukan hal yang sama. Dan pemahaman dokter muslim sudah mengakar dalam sebagian besar mahasiswa kedokteran, bang. “

Saya hanya bisa berdecak kagum mendengar penjelasan darinya. Apa yang dulu kami impikan sudah mulai menunjukan titik terang.

“Di tataran Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran (LDFK) juga sudah tertata dengan sangat baik, bang. Jaringan nasional kita melalui FULDFK sudah sangat kuat. Terakhir kita bersama perwakilan ketua-ketua LDFK se-indonesia melakukan kunjungan ke DPR untuk menyampaikan aspirasi kita terkait biaya pendidikan kedokteran yang mahal. Buku-buku panduan pengembangan dakwah FK dan Kedokteran Islam juga terus diperbaharui dan ditulis lagi yang baru. Mahasiswa-mahasiswa didikan LDFK juga banyak yang berprestasi tinggi. Terakhir Mahasiswa Berprestasi tingkat nasional adalah pengurus LDFK di salah satu universitas di Sumatera dan itu pengurus LDFK yang ke empat secara berturut-turut menjadi Mahasiswa Berprestasi tingkat nasional, bang. Setiap LDFK sudah bisa mandiri membuat kegiatan-kegiatan sendiri, dengan berbagai bahasan tentang islam baik ilmiah, syiar dakwah, pengabdian pada masyarakat, dan banyak lainnya. Sekarang LDFK di semua Universitas sudah legal bahkan dekanat juga sangat mendukung kegiatan-kegiatan bernuansa Islam. Mentoring juga bukan hal yang aneh lagi, laporan terakhir yang saya dapat dari departemen FULDFK yang mengurusi ini, hampir semua mahasiswa muslim FK di tiap universitas sudah ikut mentoring secara secara bertingkat di tiap angkatan. ”

“Oh bagus sekali, dek. Kami generasi pendahulu kalian bangga dengan prestasi yang telah kalian buat. Eh iya, sudah dipanggil, yuk segera naik pesawat.”

Tidak terasa waktu setengah jam telah berlalu. Panggilan untuk segera menaiki pesawat sudah disampaikan lewat pengeras suara. Pembicaraan kami terpotong. Kami bergegas naik pesawat dan menempati tempat duduk masing-masing. Tempat duduk kami terpisah, saya duduk di bagian belakang pesawat dan mereka di bagian depan. Saya duduk paling pinggir dekat jendela. Seperti biasa, ini adalah tempat duduk yang paling saya suka ketika naik pesawat. Dari situ saya bisa melihat keindahan ciptaan Yang Maha Besar yang terbentang di darat, laut, awan dan langit yang luas.

Setelah tatacara keselamatan dalam pesawat disampaikan oleh awak kabin, pilot memandu semua penumpangnya untuk berdoa terlebih dahulu sebelum mumulai penerbangan. Semoga perjalanan kita berkah.

Pesawat mulai melaju kencang, , melawan terpaan angin, membubung tinggi ke angkasa menembus awan putih yang tebal, terus dan terus naik sampai puncak ketingiian tertinggi. Suasana tenang dalam pesawat, cerita indah tadi, dan pemandangan awan yang menakjubkan semakin meyakinkan saya bahwa Allah mahabesar. Allah Maha Penguasa atas segala sesuatu. Maka titipkanlah mimpimu pada-Nya. Ia yang akan menjadikan mimpi itu nyata.

Suatu masa
Di perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta menuju Makassar
Bersama FULDFK

Individu-Individu Kunci Sebuah Peradaban

Tanya jawab ini muncul ditengah keisengan ketika menunggu pasien di Poli tadi pagi. Biasanya ketika sepi pasien, kami diskusi beberapa kasus atau bimbingan dengan residen. Entah dari mana awalnya, diskusi malah jadi kemana-mana dan salah satunya tentang apa yang dibahas di tulisan ini.

Salah seorang teman bertanya pada saya tentang kenapa memilih ingin menjadi dokter.

"Kenapa kamu pilih kuliah di kedokteran?"

"Karena saya ingin jadi dokter," jawab saya secukupnya. Tidak puas dengan jawaban yang terdengar asal itu, ia bertanya lagi.

"Lalu kenapa kamu ingin jadi dokter?"

"Karena saya ingin bermanfaat buat orang lain.." Melihat ekspresi teman saya yang bertanya, kembali tampak ketidakpuasan atas jawaban yang saya ajukan.

Ia kembali bertanya, "memang bermanfaat hanya dengan jadi dokter? Kan bisa juga dengan memilih profesi lain.."

Melihatnya dari tadi tidak puas, kali ini saya coba menjawab dengan lebih serius.

"Iya, tentu bisa dengan profesi lain bahkan sangat bisa. Kita bisa bermanfaat dimana saja kita berada dan dalam profesi atau pekerjaan apapun. Tapi menurut saya potensi saya ada disini. Saya akan memaksimalkan potensi ini. Dan saya yakin setiap orang akan lebih bermanfaat jika ia berada di tempat yang sesuai dengan potensi yang Allah berikan untuk nya. Ia memanfaatkan potensi itu dengan menjadi muslim unggul dan selanjutnya secara sinergis bersama dengan individu-individu muslim unggul lainnya mereka akan membentuk peradaban, yaitu peradaban islam. Itu lah kenapa saya ingin menjadi dokter."

Bahasan ini sesuai dengan sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim yang manyatakan bahwa setiap muslim sudah diberikan potensi masing-masing sesuai dengan tujuan ia diciptakan dan Allah akan memudahkan jalannya menuju tujuan penciptaan itu.

"Setiap orang diberi kemudahan sesuai dengan tujuan ia diciptakan" HR Muslim.

Pemahaman ini kurang lebih sudah dipaparkan oleh Anis Matta dalam bukunya yang judul "Dari Gerakan ke Negara". Didalam bukunya ditulis salah satu kalimat ini:
"Salah satu sumber kekayaan masyarakat Islam adalah keunikan-keunikan individual dari setiap manusia muslim, dan apabila potensi-potensi individual tertuang secara penuh dan membentuk muara Islam yang sinergis, maka sebuah gelombang peradaban yang dahsyat akan segera bergemuruh membelah sejarah."

Jika setiap individu memahami potensinya dan ia menempatkan diri dan berprestasi sesuai potensi tersebut. Setiap individu ini memiliki afiliasi terhadap islam, memiliki pemikiran dan pemahaman yang berlandaskan islam. Secara langsung atau tidak semua individu ini secara sinergis bergerak membawa nafas islam di setiap posisi yang ia tempati. Lalu masyarakat merasakan dampaknya dan mereka secara perlahan akan mulai meneladani individu-individu ini. Saat inilah akan mulai terbentuk suatu tatanan masyarakat yang merasakan bahwa islam adalah satu-satunya solusi hidup mereka. Islam adalah sistem dan sistem tersebut sudah menjewantah menjadi cara hidup masyarakat.

Individu-individu muslim yang unggul dengan pemahaman islam yang baik akan menjadi motor dalam pergerakan islam. Setiap mereka harus tersebar dalam setiap pos-pos yang ada di masyarakat. Masih dalam topik yang sama dalam buku "Dari Gerakan ke Negara", Anis Matta menambahkan:

"Perubahan dasar akan terjadi dalam diri individu jika ada perubahan mendasar pada pola pikirnya. Karena pikiran adalah akar perilaku. Masyarakat juga begitu. Ia akan berubah secara mendasar jika individu-individu dalam masyarakat itu berubah dalam jumlah yang memadai. Tapi model perubahan ini selalu gradual dan bertahap. Prosesnya lebih cenderung evolusioner, tapi dampaknya selalu bersifat revolusioner. Inilah makna firman Allah Swt., "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka merubah diri-diri mereka sendiri." (Ar-Ra'd: 11)

Dimulai Dengan yang Sederhana

“Minimal apabila seorang tidak bisa menjadi da’i, ia bisa menjadi perantara dakwah di jalan Allah”

Saya tersentak ketika membaca kalimat ini dalam buku “Selagi Masih Muda” karya Dr. A’idh Al-Qarni, M.A. Dalam pemabahasannya dilanjutkan dengan sebuah hadits yang berbunyi,

“Sungguh, jika Allah memberikan hidayah kepada satu orang saja melalui perantaraan kamu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah” (HR. Bukhari Muslim)

Unta merah adalah jenis unta yang terbaik. Ini adalah penggambaran bahwa tindakan menjadi perantara hidayah pada satu orang saja adalah suatu tindakan yang terbaik bahkan digambarkan lebih baik dari suatu yang terbaik.

Allah tidak pernah menuntut kita melakukan apa yang tidak bisa kita lakukan. Tidak pernah menuntut kita melakukan sesuatu yang melebihi kapasitas kemampuan yang kita punya. Namun kita harus menyadari betul potensi yang kita punya dan di sisi mana kita bisa melakukan kebermanfaatan sesuai potensi itu. Pun untuk melakukan hal yang sederhana sekalipun Allah menjadikan dengan ganjaran yang luar biasa. Kita mungkin terkadang terlupa akan hal-hal kecil ketika kita menetapkan mimpi atau visi yang besar. Padahal hal-hal kecil yang kita lakukan secara konsisten itulah yang akan menjadi bantu loncatan untuk mencapai visi besar itu. Kadang kita memiliki mimpi yang begitu besar sampai kita lupa bahwa mungkin saja kita tidak punya kemampuan kearah sana. Bisa jadi kita lupa melakukan hal-hal kecil yang sebenarnya sangat mungkin untuk kita lakukan.

Bukan maksud untuk mengecilkan visi, tapi hanya ingin mengingatkan diri bahwa banyak hal yang bisa kita lakukan sesuai yang kita bisa. Tidak perlu menunggu menjadi orang besar baru setelah itu berbuat dan bermanfaat. Kalau bisa melakukan hal-hal kecil namun itu bermanfaat kenapa harus menunggu suatu momen besar terlebih dahulu. Bukankah yang kecil itu jika diakumulasikan akan menggunung dan menjadi besar. Ingatlah bahwa hal kecil yang secara konsisten kita lakukan akan membawa kita dalam potensi yang terus meningkat lalu akan membawa kita menjadi orang besar.

Untuk berdakwah tidak perlu menjadi seorang kiyai atau seorang ustad. Sampaikanlah setiap kebaikan walau hanya sepotong ayat, tunjukanlah kebaikan walau hanya sekedar menyingkirkan duri dari jalanan. Berlakulah baik dengan akhlak yang mulia, itu akan menjadi teladan dan suatu saat tanpa kamu sadari orang lain akan mengikuti hal yang baik yang kamu lakukan. Bukankah seperti itu adalah dakwah?

Dalam bahasan selanjutnya penulis buku ini memaparkan sebuah kutipan dari QS Yusuf ayat 103, yang berbunyi,

“Dan, Sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya.”

Orang yang menyangka dirinya kelak akan memperbaiki seluruh dunia, tentu hanya akan menjadi sebuah hayalan. Allah telah menjelaskannya terang dalam ayat ini. Bahkan sampai hari kiamat pun akan tetap ada orang yang ingkar kepada Allah dan Rasulnya. Kita tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang akan berkomitmen, lurus, dan mendapatkan hidayah. Karena selamanya akan selalu ada orang-orang yang berpaling bahkan menentang. Bahkan di era Rasulullah sekalipun tetap ada kelompok-kelompok yang tidak sejalan dan menolak bahkan menentang terang-terangan risalah yang Beliau sampaikan. Orang-orang yang berlawanan pasti selalu ada karena itu adalah sunatullah, selamanya segala sesuatu akan selalu berpasangan.

Boleh saja bervisi besar tapi jangan pernah menunggu besar untuk berbuat. Tidak perlu putus asa melihat lingkungan yang tak kunjung berubah, kondisi masyarakat yang tetap sama. Percayalah tetap fokus pada dirimu yang terus bermanfaat. Karena kita tidak pernah tahu kapan hidayah itu datang dan kepada siapa ditujukan. Dakwah adalah jalan yang panjang dan tidak pernah mengenal ujung karena sampai kapanpun akan ada orang-orang yang belum mendapat hidayah.

Bermanfaat bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dalam kondisi apapun, dan dalam bentuk apa saja sesuai kemampuan dan potensi yang kita miliki. Itu akan menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang disekitarmu. Itu adalah dakwah. Bahkan tanpa berucap orang-orang akan tahu bahwa itu adalah kebaikan dan mereka akan mengikutinya.

Pembiasaan dan Pembenaran

Segala sesuatu kalau sudah berlebihan maka akan jadi tidak baik. Berlebihan artinya sudah melewati batas yang seharusnya.

Peraturan ada untuk memberikan batas mana yang boleh dilakukan. Bukan untuk membatasi tapi untuk mencegah kita agar tidak melampaui batas.

Ada dua hal yang membuat kita sering melanggar suatu batas, yaitu pembiasaan dan pembenaran. Dua hal ini berkolaborasi menjadikan kita lupa.

Pembiasaan membuat kita terbiasa melakukan sesuatu. Pun hal yang sama juga berlaku untuk hal-hal yang melampaui batas.

Terbiasa lalu lupa dan akhirnya dianggap biasa. Setan itu dengan pintarnya menggoda manusia melalui cara-cara ini..

Percayalah bahwa tidak ada orang yang tiba-tiba melakukan dosa besar tanpa melalui pembiasaan terhadap dosa-dosa kecil

Pembenaran adalah sesuatu yang akan membiaskan. Menjadikan kita merasa benar padahal sebelumnya kita tahu bahwa itu salah.

"Ah tidak apa-apa lah cuma segini' atau 'ga apa2 hanya ini'. Saat ini sebenarnya setan sedang bekerja melogiskan godaannya agar ikut alurnya

Manusia adalah makhluk yang logis karena dkaruniai akal. Dengan fitrah kebenaran, hampir bisa dipastikan manusia akan lakukan hal yang menurut ia benar.

Nah, frasa "yg menurut ia benar" ini lah yang sering kita biaskan. Setiap orang punya batas kebenarannya sendiri. Itu tergantung pembiasaan.


***
"Suatu yang diungkapkan dengan hati akan sampai pada hati, tanpa diungkapkan lewat kata yang disana akan mengerti apa yang dimaksudkan."

Maka bersabarlah.. suatu saat akan sampai pada masanya

twitter: @nestaenggra

Aku Ingin Pulang dan Kembali

Sesuatu yang sudah ditentukan tidak akan pernah tertukar. Itu Takdir. Kita harus bersabar.

Mununggu jawaban dalam ketidakpastian itu bagian dari kesabaran. Itu pasti akan ada jawabnya. Walau tak sekarang tapi nanti.

Masa depan itu misteri. Bagian yang tak satupun bisa ditebak. Walau pernah sesekali, mungkin itu kebetulan.

Dulu, atau beberapa tahun lalu bisa saja kita tidak pernah merencanakan hari ini. Tapi hari ini terjadi. Itu rahasia Allah.

Merenung dan berkontemplasi itu kadang dibutuhkan, untuk introsepksi diri, untuk mengingat kembali akan tujuan awal.

Kadang di tengah jalan, akan banyak realita-realita baru yang bermunculan dengan tensinya masing-masing. Kadang mengacaukan.

Realita baru yang mungkin saja tak terpikirkan ketika diawal menetapkan mimpi dan membangun idealisme. Idealisme yang kokohpun bisa goyah.

Jika mengingat masa lalu, maka hari ini adalah misteri baru yg akhirnya terungkap. Kembali menatap kedepan. Rasanya banyak yg telah berubah.

Semuanya telah menjadi baru, baru dengan caranya masing-masing. Allah mulai mengungkap satu-persatu tabir misterinya walau sangat sedikit.

Sampai pada suatu masa yang semuanya baru. Mengapung ditengah, terombang-ambing, kesana-kemari. Aku ingin pulang dan kembali.