Hidupku,Agustus 2017

Daun yang rimbun masih telihat begitu indah. Pohon-pohon rindang menambah keasrian pemandangan yang begitu mempesona. Bukit bukit mengelilingi perkampungan menambah warna hijau disekililing kemana pun mata memandang. Tak banyak yang berubah,masih sama saja dengan beberapa tahun lalu saat saya meninggalkan desa ini. Desa yang telah membesarkan ku. Menjadi pondasi awal bagi sejarah kehidupanku. Desa yang menyisakan cerita sebagian masa hidupku.

Siang kala itu begitu terik. Matahari seperti memuntahkan panasnya sampai serasa membakar ubun-ubun. Saya menyempatkan diri untuk melihat sekitar,sungguh tak banyak yang berubah,apa yang saya lihat hari itu masih sama,masih tergambar begitu jelas. Seakan baru kemarin saya pergi dan hari ini saya balik lagi kesini. Sebelum akhirnya saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki.

Bus yang saya tumpangi baru saja menurunkan saya ditempat ini. Setelah hampir 5 jam di dalam bus yang membawa saya kesini. Biasanya dalam perjalanan,dalam mobil saya biasanya selalu tertidur,tapi tidak untuk kali ini. Detak jantung yang begitu kencang telah menghilangkan rasa kantuk ku. Saya tahu jelas mekanisme ini karena meningkatnya detak jantung itu disebabkan karena meningkatnya adrenalin dalam darah. Zat ini lah yang melawan rasa kantuk karena ia mengaktifkan saraf simpatetis dan menekan saraf parasimpatetis yang justru memberikan rasa rileks yang berujung pada rasa kantuk. Dalam perjalanan saya begitu penasaran akan apa yang sebentar lagi akan saya lihat.

Ini adalah kali pertama saya balik ke desa ini dengan tambahan gelar kedua di belakang namaku. Tanda koma dan diikuti dua huruf lainnya menyusul titik dibelakangnya dan gelar tambahan yang baru saja saya diamanahkan seminggu yang lalu. Nesta Enggra,dr. ,Sp.PD.

Wanita yang ada disampingku mengingatkan agar kami shalat zuhur dulu di mesjid terminal tempat kami turun dari bus sebelum melanjutkan perjalanan. Wanita yang sangat baik dan shalehah tentunya. Parasnya yang anggun dan senyum yang menyejukan hati dan meneduhkan. Wanita yang empat tahun lalu saya nikahi. Sambil mengendong anak kami yang baru berumur satu tahun dan kakaknya berumur tiga tahun berjalan mengikuti.

Selesai shalat zuhur kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki karena memang di desa ini tidak bisa dilewati mobil karena jalannya yang didesain tidak begitu lebar. Tidak jauh. Hanya butuh 10menit jalan kaki.

Detak jantung saya menjadi semakin kencang. Seakan mulai menendang dinding dada saya dari dalam. Tidak sabar untuk segera mencium tangannya dan memberikan pelukan hangat untuk mereka sembari mengatakan bahwa anak mu ini telah berhasil.
Aku telah berhasil mencapai mimpiku yang dulu kalian arahkan. Yang dulu kalian perjuangkan. Ayah,ibu lihatlah aku sekarang,aku bangga menjadi anakmu. Aku bangga telah terlahir dari rahimmu.

Dari kejauhan saya bisa merasakan tatapan itu. Saya bisa merasakan kehangatan itu. Saya bisa melihat indahnya senyum itu. Tas yang tadi saya tenteng langsung saya letakkan,dan saya pun berlari menyonsong senyum mereka untuk mendapatkan pelukan hangat itu. Tangis haru dan bahagia akhirnya pecah membuncah suasana. Isakan tangis bahagia menyelimuti suasana siang itu.
Hidupku,sijunjung, agustus 2017
Amiin..!!

Pujian itu Menjerumuskan Saudaramu,teman!


Pujian adalah salah satu paduan kata indah yang enak untuk didengar dan nyaman untuk dirasa. Pujian juga yang membuat hati jadi terasa berbunga-bunga. Kata-kata pujian yang membuat seorang melayang bahkan terbuai. Pujian telah menjadi alunan kata yang terucap untuk mengagumi sesuatu. Secara manusiawi ini normal tidak ada yang salah dengan reaksi ini. Tapi ternyata mungkin tidak kita sadari pujian yang normalnya ada ini juga bisa bersifat patologis,bisa menimbulkan kerusakan terutama untuk orang yang dipuji.

Merasa senang ketika dipuji ternyata merupakan suatu kelemahan manusia. Kelemahan dimata setan yang sudah berjanji sampai hari kiamat akan menjerumuskan manusia untuk menemani mereka di neraka kelak. Salah satu kelemahan manusia ini tanpa kita sadari ternyata menjadi celah yang digunakan oleh setan untuk menggoda manusia. Karena dengan ini akan mempermudah setan untuk membuat manusia menjadi sombong dan terbuai dengan pujian itu.

Kita mudah tergoda oleh setan dalam hal ini bukan karena kelebihan setannya tapi lebih karena kelemahan kitanya sebagai manusia. Setan hanya ikut menumpangkan bisikan rayuannya pada pujian yang dilontarkan manusia ke manusia lainnya. Lumrahnya manusia akan merasa bangga dengan pujian yang diberikan kepadanya,nah pada saat ini lah setan ikut menambahkan untuk membuat manusia terbuai hingga awalnya kita akan merasa kita memang memiliki kelebihan itu. Tapi lambat laut ini akan membuat manusia merasa “lebih” bahkan lebih dari yang lain hingga akhirnya muncul rasa sombong. Awalnya sombong masih dalam porsi kecil. Tapi ujung-ujungnya akan membuat manusia tersebut merasa bahwa dia benar sudah memiliki kelebihan itu hingga akhirnya merasa cukup dengan itu. Merasa dia yang paling baik dari yang lain saat ini lah muncul kesombongan dalam porsi yang lebih besar. Kesombongan ynag mulai menimbulkan kerusakan. Saat ini dia akan mulai meremehkan orang lain.

Akibat dari pujian berikutnya adalah yang agak halus untuk dilihat dan diraba tapi sangat besar efeknya jika dirasa. Pujian bisa membuat setan menumpangi niat kita. Niat yang awalnya hanya untuk Alloh tapi justru akan dibelokan karena sifat kita yang satu ini,senang ketika dipuji. Niat yang segala nilai amal tergantung padanya ini justru bisa berubah karena manusia ingin dipuji,karena manusia ingin dianggap lebih,karena manusia ingin menjadi lebih baik dari manusia lainnya. Sehingga yang muncul adalah riya bukan niat yang ikhlas semata-mata karena Alloh.
Tapi bukan berarti kita tidak boleh memberikan pujian.Pujian itu juga penting karena itu adalah bentuk penghargaan dan bentuk apresiasi kita terhadap orang yang kita puji. Agar orang yang kita puji merasa senang. Untuk menyemangati orang yang kita puji kadang kala dalam situasi seperti ini pujian itu penting. Tapi tetap masih dalam koridor tidak boleh berlebihan. Karena itu justru akan menjerumuskan saudara kita sendiri.

Supaya tidak bingung dengan pembahasan ini berikut adalah kiat-kiat yang diajarkan Rasullullah untuk menyikapi berbagai bentuk pujian.. baik kah itu memuji ataupun dipuji.
Berikut adalah kiat agar dapat menyikapi pujian secara sehat, Nabi Saw. memberikan tiga kiat yang sangat menarik untuk diteladani.

Pertama, selalu mawas diri supaya tidak sampai terbuai oleh pujian yang dikatakan orang. Oleh karena itu, setiap kali ada yang memuji beliau, Nabi Saw. menanggapinya dengan doa:
“Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang dikatakan oleh orang-orang itu.” (HR. Al-Bukhari)

Lewat doa ini, Nabi Saw. mengajarkan bahwa pujian adalah perkataan orang lain yang potensial menjerumuskan kita. Ibaratnya, orang lain yang mengupas nangka, tapi kita yang kena getahnya. Orang lain yang melontarkan ucapan, tapi malah kita yang terjerumus menjadi besar kepala dan lepas kontrol.

Kedua, menyadari hakikat pujian sebagai topeng dari sisi gelap kita yang tidak diketahui orang lain. Karena, sebenarnya, setiap manusia pasti memiliki sisi gelap. Dan ketika ada seseorang yang memuji kita, maka itu lebih karena faktor ketidaktahuan dia akan belang serta sisi gelap kita.
Oleh sebab itu, kiat Nabi Saw. dalam menanggapi pujian adalah dengan berdoa:

“Dan ampunilah aku dari apa yang tidak mereka ketahui (dari diriku)”. (HR. Al-Bukhari)

Ketiga, kalaupun sisi baik yang dikatakan orang lain tentang kita adalah benar adanya, Nabi Saw. mengajarkan kita agar memohon kepada Allah Swt. untuk dijadikan lebih baik dari apa yang tampak di mata orang lain. Maka kalau mendengar pujian seperti ini, Nabi Saw. kemudian berdoa:

“Dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka kira”. (HR. Al-Bukhari)


Selain memberikan teladan kiat menyikapi pujian, Nabi Saw. dalam keseharian beliau juga memberikan contoh bagaimana mengemas pujian yang baik. Intinya, jangan sampai pujian yang terkadang secara spontan keluar dari bibir kita, malah menjerumuskan dan merusak kepribadian sahabat yang kita puji.

Ada beberapa teladan yang dapat disarikan dari kehidupan Nabi Saw dalam memberikan pujian, yaitu di antaranya:

Pertama, Nabi Saw. tidak memuji di hadapan orang yang bersangkutan secara langsung, tapi di depan orang-orang lain dengan tujuan memotivasi mereka.

Suatu hari, seorang Badui yang baru masuk Islam bertanya tentang Islam. Nabi menjawab bahwa Islam adalah shalat lima waktu, puasa, dan zakat. Maka Orang Badui itupun berjanji untuk menjalankan ketiganya dengan konsisten, tanpa menambahi atau menguranginya. Setelah Si Badui pergi, Nabi Saw. memujinya di hadapan para Sahabat, “Sungguh beruntung kalau ia benar-benar melakukan janjinya tadi.” Setelah itu beliau menambahi, “Barangsiapa yang ingin melihat penghuni surga, maka lihatlah Orang (Badui) tadi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari Thalhah ra.)

Kedua, Nabi Saw. lebih sering melontarkan pujian dalan bentuk doa. Ketika melihat minat dan ketekunan Ibn Abbas ra. dalam mendalami tafsir Al-Qur’an, Nabi Saw. tidak serta merta memujinya. Beliau lebih memilih untuk mendoakan Ibn Abbas ra.:

“Ya Allah, jadikanlah dia ahli dalam ilmu agama dan ajarilah dia ilmu tafsir (Al-Qur’an).” (HR. Al-Hakim, dari Sa’id bin Jubair)

Begitu pula, di saat Nabi Saw. melihat ketekunan Abu Hurairah ra. dalam mengumpulkan hadits dan menghafalnya, beliau lantas berdoa agar Abu Hurairah ra. dikaruniai kemampuan untuk tidak lupa apa yang pernah dihapalnya.

Doa inilah yang kemudian dikabulkan oleh Allah Swt. dan menjadikan Abu Hurairah ra. sebagai Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.

Pujian yang dilontarkan orang lain terhadap diri kita, merupakan salah satu tantangan berat yang dapat merusak kepribadian kita. Pujian dapat membunuh karakter seseorang, tanpa ia sadari. Oleh karena itu, ketika seorang Sahabat memuji Sahabat yang lain secara langsung, Nabi Saw. menegurnya:"Kamu telah memenggal leher temanmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Bakar ra.)

Senada dengan hadits tersebut, Ali ra. berkata dalam ungkapan hikmahnya yang sangat populer, “Kalau ada yang memuji kamu di hadapanmu, akan lebih baik bila kamu melumuri mulutnya dengan debu, daripada kamu terbuai oleh pujiannya.”

Namun ketika pujian sudah menjadi fenomena umum ditengah-tengah masyarakat kita, maka yang paling penting adalah bagaimana menyikapi setiap pujian secara sehat agar tidak sampai lupa daratan dan lepas kontrol; mengapresiasi setiap pujian hanya sebagai topeng dari sisi gelap kita yang tidak diketahui orang lain; serta terus berdoa kepada Allah Swt. agar dijadikan lebih baik dari apa yang tampak di mata orang.

Rindu yang Menguatkan

Mata hari mulai keluar dari persembunyiannya muncul dari balik bukit menunjukan keperkasaannya sebagai pemberi kehangatan untuk alam semesta. Puncak bukit masih diselimuti kabut seakan malu-malu untuk manampakan keindahan yang ada pada lerengnya. Bunyi -bunyian suara binatang terdengar sahut-menyahut menyambut datangnya pagi bergelora menampakan kebahagiaan memberi tanda pada orang-orang kalau hari sudah siang dan sudah saatnya untuk mulai beraktifitas. Tak terkecuali dengan ayam yang baru dilepaskan dari kandangnya mulai berkokok dengan gembira mengiringi anak-anaknya untuk mencari rezeki hari ini.

Pagi mulai merekah tapi aku masih duduk termangu disebuah rumah menatap kearah bukit yang hijau sembari memikirkan apa aktivitas hari ini. Liburan memang membuat sebagian orang bingung harus melakukan apa. Dengan terbiasa dengan kesibukan sehari-hari dulu di masa kuliah sekarang tiba saatnya liburan bingung mau berbuat apa. Kalau dulu bosan dengan segala aktivitas justru sekarang digerogoti oleh kebosanan akan waktu luang. Saya pikir inilah yang dirasakan para pemuda tanggung yang mengganggur karena tidak ada pekerjaan yang bisa menerima mereka dan harus menganggur. Huh,jadi pengangguran ternyata memang tidak mengenakan.

Satu kebahagiaan yang juga tak tergantikan pagi ini hari ini saya bisa menghirup udara segar,mendengar suara alami berdendang diluar sana,diatas pohon terlihat burung-burung sedang asyik bernyanyi seakan ikut merasakan apa yang saya rasakan. Suara sungai juga tak mau kalah samar-samar terdengar dari kejauhan berlomba-lomba dengan kicauan burung untuk menyuarakan suara siapa yang paling indah. Satu kebahagiaan yang sudah saya tunggu-tunggu sejak setahun kemarin yaitu pagi ini saya berada di rumah berkumpul lagi dengan orang tua,adik-adiku tersayang dan bercanda ria dengan mereka.


Teringat rumah dan lingkungan sekitarnya,rindu yang menguatkan
Tulisan Juli 2009

Artikel terkait:
Nagari Kaya ‘Semu’
Ujian dan Kampung Halaman
Nostalgia Masa SMA